Sistim Pendidikan di Pondok Pesantren
Dalam perkembangan selanjutnya penyelenggaraan sistem pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren sampaumur ini sanggup digolongkan menjadi tiga bentuk:
Pertama, pondok pesantren dengan sistem pendidikan dan pengajarannya didiberikan dengan cara non klasikal (sistem bandongan dan sorogan) dimana seorang kyai mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar semenjak era pertengahan, sedang para santri biasanya tinggal dalam pondok/asrama dalam pesantren tersebut.
Kedua, pesantren yakni forum pendidikan dan pengajaran agama Islam yang intinya sama dengan pondok pesantren tersebut diatas tetapi para santrinya tidak disediakan pondokan di kompleks pesantren, dimana cara dan metode pendidikan dan pengajaran agama Islam didiberikan dengan sistim weton yaitu para santri hadir berduyun-duyun pada waktu-waktu tertentu (umpama tiap hari Jum’at, Minggu, Selasa, dan sebagainya).
Ketiga, pondok pesantren sampaumur ini yakni ialah forum campuran antara sistim pondok dan pesantren yang mempersembahkan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan sistim bandongan, sorogan, atupun wetonan dengan para santri disediakan pondokan ataupun ialah santri kalong yang dalam istilah pendidikan pondok modern memenuhi kriteria pendidikan non formal serta menyelenggarakan juga pendidikan formal berbentuk tingkatan dan guaka kejuruan berdasarkan kebutuhan masyarakat masing-masing.[1]
Pondok pesantren mempunyai peranan dan fungsi yang sudah dimilikinya semenjak pertama perkembanganya, harus diarahkan kepada satu pendirian bahwa pondok pesantren yakni forum pendidikan Islam untuk mengajarkan ilmu agama Islam guna mencetak ulama, dan sekaligus juga sebagai forum pelatihan untuk mempersiapkan kader-kader pelatihan umat yang berkhasiat bagi pembangunan masyarakat lingkunganya[2].
Ciri umum yang sanggup diketahui yakni pesantren mempunyai kultur khas yang tidak sama dengan budaya di sekitarnya. Beberapa peneliti menyebut sebagai sebuah sub kultur yang bersifat idiosyncratic. Teknik pengajarannya pun unik. Sang kyai, yang biasanya yakni pendiri sekaligus pemilik pesantren, membacakan manuskrip-manuskrip keagamaan klasik berbahasa Arab (dikenal dengan sebutan ”kitab kuning”), sementara para santri mendengarkan sambil memdiberi catatan (ngasehi, Jawa) pada kitab yang dibaca. Metode ini disebut dengan bandongan atau layanan kolektif (collective learning process). Selain itu para santri juga ditugaskan membaca kitab, sementara kyai atau ustadz yang sudah mumpuni menyimak sambil mengoreksi dan mengevaluasi bacaan dan performance seorang santri. Metode ini dikenal dengan istilah sorogan atau layanan individual (individual learning process). Kegiatan mencar ilmu mengajar diatas berlangsung tanpa penjentidakboleh kelas dan kurikulum yang ketat, dan biasanya dengan memisahkan jenis kelabuin penerima didik. Perkembangan pertama pesantren inilah yang menjadi cikal bakal dan tipologi unik forum pesantren berkembang sampai ketika ini[3].
Pesantren dengan pondok pesantren yang lain, dalam arti tidak ada keseragaman sistem dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajarannya. Pada sebagian pondok, sistem penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran yang menyerupai ini makin usang semakin berubah sebab dipengaruhi oleh perkembangan pendidikan di tanah air serta tuntutan dari masyarakat di lingkungan pondok pesantren itu sendiri. Dan sebahagian pondok pesantren lagi tetap mempertahankan sistim pendidikan yang tiruanla[4].
Fenomena lain dari pondok pesantren yang menjadi ciri khas kepribadiannya, yakni jiwanya, yaitu ruh yang mendasari dan meresapi seluruh aktivitas yang dilakukan. Penjiwaan atau ruhiyah model pondok pesantren tersebut berdasarkan KH. Imam Zarkasyi salah satu pendiri Pondok Modern Gontor Ponorogo disebut dengan Panca Jiwa Pondok berupa: (1). Keikhlasan, (2). Kesederhanaan, (3). Persaudaraan, (4). Menolong diri sendiri, (5). Kebebasan. Lima pemikiran dalam Panca Jiwa Pondok tersebut ditanamkan dalam seluruh komunitas pesantren semenjak dari para santri, ustadz, tiruana tiruana masyarakat pesantren sebagaimana yang terjadi di Pondok Gontor. melaluiataubersamaini pemahaman dan berlandaskan pada Panca Jiwa Pondok tersebut dibuatlah program-program dan jangkauan-jangkauan dalam berbagi pondok menyerupai yang dianut sistem Pondok Gontor disebut Panca Jangka, meliputi: pendidikan dan pengajaran, masukana, sumber dana, kaderisasi, kesejahteraan keluarga (yaitu para pemmenolong eksklusif pondok pesantren)[5].
Pondok pesantren sebagai forum tafaqquh fiddin, mempunyai fungsi pemeliharaan, pengembangan, penyiaran, dan pelestarian Islam. Dari segi kemasyarakatan ia menjalankan pemeliharaan dan pendidikan mental[6]. melaluiataubersamaini demikian jelaslah bahwa pondok pesantren sebagai forum pendidikan Islam di Indonesia walaupun intinya mempunyai tujuan yang sama yaitu mendidik para kader-kader kyai, dan ulama namun dalam realitasnya mempunyai sistem pendidikan dan pengajaran tersendiri pada masing-masing pesantren. Perbedaan sistem yang dianut antar pesantren, maupun dengan forum pendidikan lainnya tersebut serta mempunyai tradisi tersendiri yang tidak sama dengan tradisi lingkungan yang di sekitarnya inilah hasilnya pondok pesantren disebut mempunyai sistem pendidikan yang unik.
0 komentar
Posting Komentar