Ibadah sebagai Tujuan dan Kebutuhan Hidup Manusia
Misi (risalah) insan dalam hidupnya yaitu diberibadah kepada Allah semata. Allah swt. Berfirman:
وما خلقت الجن والا نس الا ليعبدون
Ini sanggup diartikan bahwa insan diciptakan semata-mata untuk diberibadah kepada Tuhan. Sesungguhnya Tuhan tidak berhajat untuk disembah. Tuhan yaitu Maha Sempurna dan tidak berhajat kepada siapa pun. melaluiataubersamaini demikian, sungguh sempurna bahwa arti ibadah secara etimologis, sebagaimana disebutkan di atas, yaitu tunduk dan patuh (tha’ah). Arti ini sepertinya lebih sesuai dengan arti yang terkandung dalam kata muslim dan muttaqin, yaitu menyerah, tunduk dan menjaga diri dari eksekusi Tuhan di Hari Kiamat dengan mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. melaluiataubersamaini kata lain, insan diciptakan Tuhan tolong-menolong yaitu untuk berbuat baik dan tidak untuk berbuat jahat, sungguh pun di dunia ada sebagian insan yang menentukan menapaki jalan kejahatan.
Tujuan ibadah itu sendiri yaitu “untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, bukan menyembah”,[2] sehingga dengan demikian roh insan senantiasa diingatkan kepada hal-hal yang membersihkan lagi suci, dan pada hasilnya rasa kesucian seseorang menjadi berpengaruh dan tajam. Roh yang suci membawa kepada budi pekerti baik dan luhur.
melaluiataubersamaini demiikian, ibadah ialah santapan rohani bagi manusia.[3] Manusia bukanlah kulit wadak materi yang tampakdan dirasakan serta menuntut bab haknya berupa masakan materi dan minuman. Hakikat insan yaitu terdapat dalam sebuah substansi berharga yang dengannya ia menjadi insan yang dimuliakan sebagai ‘tuan’ atas tiruana makhluk di muka bumi.
Substansi itu yaitu roh[4] yang mana ia sanggup menemukan kehidupan dan kemuliaan dalam bermunajat dengan Allah swt. Beribadah kepada Allah ialah sesuatu yang memenuhi kebutuhan masakan dan pertumbuhan roh.
Sesungguhnya roh (hati) senantiasa mencicipi kebutuhan kepada Allah, di antaranya ialah perasaan murni dan jujur, tidak ada sesuatu pun di alam dunia yang sanggup memenuhi kekosongannya kecuali relasi dengan Pencipta alam, dan itulah yang dilakukan oleh ibadah jikalau insan melakukan dengan semestinya.
Lebih dari itu, ibadah kepada Allah ialahjalan kebebasan dan jalan menuju kemuliaan.[5] memang ibadah yang tulus tulus kepada Allah swt dalam realitanya ialah kebebasan hakiki dan jalan menuju kemuliaan yang sesungguhnya. Hanya iabadah yang demikian saja yang sanggup memerdekakan hati dari perbudakan makhluk, membebaskan dari merendahkan diri dan ketundukan kepada selain Allah.
Hal demikian alasannya yaitu dalam hati manusiaada kebutuhan yang bersifat langsung kepada Tuhan yang menjadi tambatan dan dambaan hatinya serta bekerja menurut ridla-Nya. Jika sesembahan itu bukan Allah swt., maka ia akan terjerumus ke dalam kebingungan diberibadah kepada aneka macam macam ‘tuhan’ selain Allah swt., yang terdiri dari apa yang terlihat dan tidak terlihat, dari yang arif dan tidak berakal, dari yang ada dan tidak ada kecuali spesialuntuk dalam khayalan belaka.
Tidak ada kemuliaan bagi insan yang melebihi daripada menyembah Tuhan yang sudah membuat kemudian menyempurnakan dan menyeimbangkannya, dan daripada mencampakkan ibadah kepada segala apa saja dan siapa saja selain-Nya.
Tidak ada yang sanggup menhadirkan kebahagiaan dan kedamaian dalam hatinya melebihi dari aba-aba dambaan-Nya kepada Tuhan yang ialah satu-satunya yang berhak mendapat ketundukan dan kecintaan, sehingga hatinya tidak lagi terbagi-bagi kepada ‘tuhan-tuhan’ yang tiruan. Allah swt. Berfirman dalam surat al-Zumar: 29.
ضرب الله مثلا رجلا فيه شركآء متشاكسون ورجلا سلما الرجل هل يستوين مثلا الحمدلله بل اكثرهم لايعلمون
0 komentar
Posting Komentar