Minggu, 17 Februari 2019

Tinjauan Perihal Membaca Al-Qur’An


Tinjauan tentang Membaca al-Qur’an

sepertiyang klarifikasi terlampau bahwa Al-Qur’an yakni firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad dan Al-Qur’an juga mengandung ibadah bagi orang yang membacanya. Di samping Al-Qur’an ialah ibadah, juga mempunyai keutamaan antara lain sebagai diberikut:
1.      Al-Qur’an ialah salah satu rahmat dan petunjuk bagi manusia.
Al-Qur’an yakni kitab suci yang diturunkan Allah kepada nabi Muhammad SAW, sebagai salah satu rahmat yang tiada taranya bagi alam semesta. Di dalamnya terkumpul wahyu yang menjadi petunjuk, pedoman, dan pelajaran bagi siapapun yang mempercayainya. Firman Allah Q.S. Yunus: 57,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَاء لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلمُؤْمِنِينَ  

Artinya: Hai Manusia, gotong royong sudah hadir kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang diberiman.” (Q.S. Yunus: 57).

Petunjuk yang dimaksud yakni petunjuk agama, atau yang biasa juga disebut syari’at. Dari syari’at ditemukan sekian banyak dari rambu-rambu jalan: ada yang berwarna merah yang berarti larangan; ada yang berwarna kuning, yang memerlukan kehati-hatian; dan ada yang hijau warnanya, yang melambangkan kebolehan melanjutkan perjalanan. Ini tiruana persis sama dengan lampu-lampu kemudian lintas. Lampu merah tidak memperlambat seseorang hingga ke tujuan. Bahkan ia ialah salah satu faktor utama yang memelihara perjalanan dari mara bahaya. Demikian juga dengan larangan-larangan agama.
Bukan itu saja, Al-Qur’an yakni kitab suci yang paling penghabisan diturunkan oleh Allah yang paling tepat dibandingkan dengan kitab-kitab suci sebelumnya.
Karena itu setiap orang yang mempercayai Al-Qur’an akan bertambah cinta kepadanya, cinta untuk membaca, mempelajari, memahami serta mengamalkan hingga merata rahmatnya dirasai dan dikecap oleh penghuni alam semesta.
2.      Membaca Al-Qur’an termasuk amal kebaikan yang mendapat pahala dengan berlipat ganda.
Setiap mukmin yakin bahwa membaca Al-Qur’an saja sudah termasuk amal yang sangat mulia dan akan mendapat pahala yang berlipat ganda, lantaran yang dibaca itu yakni kitab suci ilahi. Al-Qur’an yakni sebaik-baik bacaan bagi orang mukmin, baik saat ia senang atau susah, saat gembira ataupun saat sedih.
Dalam sebuah hadits Rasulullah mengambarkan tentang pahala orang yang membaca Al-Qur’an:
اَلْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ ألْكِرَامِ الْبَرَرَةِ. وَالَّذِى يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتتََعْتَعُ فِيْهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّّّ لَهُ أَجْرَانِ (رواه مسلم)
Artinya: “Orang yang membaca Al-Qur’an, lagi pula ia ahli, kelak mendapat daerah di dalam nirwana bersama dengan rasul-rasul yang mulia lagi baik, dan orang yang membaca Al-Qur’an, tetapi tidak ahli. Membacanya tertegun-tegun dan tampak agak berat lidahnya (belum lancar), beliau akan mendapat dua kali lipat pahala.” (H.R. Muslim).

3.      Membaca Al-Qur’an mengakibatkan obat dan penawar bagi orang yang jiwanya gelisah.
Membaca Al-Qur’an bukan saja ialah ibadah, tetapi juga menjadi obat penawar bagi orang yang gelisah hatinya. Maka dari itu tidak mengherankan lagi membaca Al-Qur’an bagi setiap muslim di manapun ia berada sudah menjadi tradisi. Keutamaannya sudah dikenal luas, sanggup menhadirkan ketenangan dan kedamaian jiwa. sepertiyang firman Allah dalam Q.S Al-Fusshilat: 44
وَلَوْ جَعَلنَاهُ قُرْآناً أَعْجَمِيّاً لَّقَالُوا لَوْلاَ فُصِّلَتْ آيَاتُهُ أَعْجَمِيٌّ وَعَرَبِيٌّ قُل هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاء وَالَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ فِي آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى أُوْلَئِكَ يُنَادَوْنَ مِن مَّكَانٍ بَعِيدٍ

Artinya: “Dan Jikalau Kami jadikan Al Alquran itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?" Apakah (patut Al Quran) dalam bahasa abnormal sedang (Rasul yakni orang) Arab? Katakanlah: "Al Alquran itu yakni petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. dan orang-orang yang tidak diberiman pada indera pendengaran mereka ada sumbatan, sedang Al Alquran itu suatu biro diam-diam bagi mereka. Mereka itu yakni (seperti) yang dipanggil dari daerah yang jauh". (Q.S. Al-Fusshilat: 44).

Dalam sebuah hadits Rasulullah mengambarkan bahwa Allah akan mempersembahkan rahmatnya bagi orang-orang yang membaca Al-Qur’an, termasuk di dalamnya daerah yang dipakai untuk membaca Al-Qur’an, baik masjid, mushalla, surau, dan lain sebagainya.
اَلْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ أَلْكَرَامَةِ اَلْبَرَارَةِ وَالَّذِى يَقْرَأُ الْقُرْآنِ وَيَتَعْتَعُ فِيْهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّّّ لَهُ أَجْرَانِ (رواه مسلم)
Artinya: “Orang yang membaca Al-Qur’an, lagi pula ia ahli, kelak mendapat daerah di dalam nirwana bersama dengan rasul-rasul yang mulia lagi baik, dan orang yang membaca Al-Qur’an, tetapi tidak ahli. Membacanya tertegun-tegun dan tampak agak berat lidahnya (belum lancar), beliau akan mendapat dua kali lipat pahala.” (HR. Bukhari Muslim).

Dari beberapa pemaparan beliau atas, maka Al-Qur’an harus disosialisasikan, diajarkan pada seluruh manusia, baik untuk penerima didik maupun masyarakat umum. Mengajarkanya Al-Qur’an kepada orang lain itu ialah pekerjaan yang mulia berdasarkan aliran Islam, maka dari itu banyak orang yang sudah hebat membaca Al-Qur’an mengajarkanya kepada orang yang buta Al-Qur’an, sehingga banyak metode yang dipakai para ustadz/guru menpenghasilan untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada anakdidik atau santrinya.
Demikian pula berguru melagukan Al-Qur’an, di Indonesia bukan lagi ialah hal yang asing. Melagukan ayat-ayat suci Al-Qur’an sudah dibudayakan melalui Musabaqah Tilawat Al-Qur’an. Kegiatan ini diselenggarakan oleh pemerintah mulai tingkat kecamatan hingga dengan tingkat nasional/Negara. Sehingga muncullah qari’/qari’ah handal yang bisa menjuarai bukan saja tingkat nasional, tetapi juga tingkat internasional. Kegiatan melagukan Al-Qur’an tersebut dimulai dari belum dewasa usia TK, SD, SMP, SMU, hingga sekolah tinggi tinggi. Bahkan pada orang cacatpun program semacam ini juga tidak abnormal lagi, menyerupai tuna netra dan lain sebagainya.
4.      Al-Qur’an terjaga keasliannya sepanjang masa
Al-Qur’an al-Karim memperkenalkan dirinya dengan banyak sekali ciri dan sifat. Salah satunya yakni bahwa ia merupaan kitab Allah yang keotentikannya dijamin oleh Allah, dan ia yakni kitab yang selalu dipelihara. Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Hijr ayat 9 berbunyi:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ


Artinya: “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan gotong royong Kami benar-benar akan memeliharanya”.(Q. S. Al-Hijr: 9).

Demikianlah Allah menjamin keotentikan Al-Qur’an, jaminan yang didiberikan atas dasar Kemahakuasaan dan KemahatahuanNya, serta berkat upaya-upaya yang dilakukan oleh makhluk-makhlukNya, terutama oleh manusia.
Di samping itu, ada beberapa faktor (baca: bukti kesejarahan) pendukung atas keaslian Al-Qur’an sebagaimana yang dikatakan oleh Quraish Shihab:
Pertama, masyarakat Arab yang hidup pada masa turunnya Al-Qur’an, yakni masyarakat yang tidak mengenal baca tulis. Karena itu, satu-satunya andalan mereka yakni hafalan. Dalam hal hafalan, orang Arab -bahkan hingga kini- dikenal sangat kuat. Kedua, masyarakat Arab khususnya pada masa turunnya Al-Qur’an- dikenal sebagai masyarakat sederhana dan bersahaja. Kesederhanaan ini mengakibatkan mereka mempunyai waktu luang yang cukup, disamping menambah ketajaman pikiran dan hafalan. Ketiga, masyarakat Arab sangat gandrung lagi membanggakan kesusastraan; mereka bahkan melaksanakan perlombaan-perlombaan dalam bidang ini pada waktu tertentu. Keempat, Al-Qur’an mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya dan sangat mengagumkan bukan saja bagi kaum mukmin, tetapi juga orang kafir. Berbagai riwayat menyatakan bahwa tokoh-tokoh kaum musyrik seringkali secara sembunyi-sembunyi berupaya mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca oleh kaum muslim. Kaum muslim, di samping mengagumi keindahan bahasa Al-Qur’an, juga mengagumi kandungannya serta meyakini bahwa ayat-ayat Al-Qur’an yakni petunjuk kebahagiaan dunia akhirat. Kelima, Al-Qur’an, demikian pula Rasulullah SAW, menganjurkan kepada kaum muslim untuk memperbanyak membaca dan mempelajari Al-Qur’an dan proposal tersebut mendapat sambutan yang hangat. Keenam, ayat-ayat Al-Qur’an yang turun berdialog dengan mereka, mengomentari keadaan dan peristiwa-peristiwa yang mereka alami, bahkan menjawaban pertanyaan-pertanyaan mereka. Di samping itu, ayat Al-Qur’an turun sedikit demi sedikit. Hal itu lebih mempergampang pencernaan maknanya dan proses penghafalannya. Ketujuh, dalam Al-Qur’an, demikian pula dalam hadis-hadis nabi, ditemukan petunjuk-petunjuk yang mendorong para sobat dekatnya untuk selalu bersikap teliti dan hati-hati dalam memberikan diberita lebih-lebih jika diberita tersebut ialah Firman-firman Allah atau sabda Rasul-Nya. (Quraish Shihab, 2003: 23-24).

melaluiataubersamaini bukti-bukti di atas, setiap muslim percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarnya sebagai Al-Qur’an tidak tidak sama sedikitpun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah, dan yang didengar serta dibaca oleh para sobat bersahabat nabi.

0 komentar

Posting Komentar