1. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren
Berdasarkan dua bentuk Pesantren yang ada, yakni Pesantren salafiyah dan Pesantren Kholafiyah (modern), maka sistem pendidikan yang ada di Pondok Pesantren sanggup di kelompokkan mengikuti dua bentuk Pesantren yang ada.
a. Pondok pesantern salafiyah (trdisional)
Secara sederhana pemahaman sistem yang tradisional ialah lawan dari sistem yang modern. Sistem tradisional yaitu berangkat dari contoh pengajaran yang sangat sederhana dan semenjak tiruanla timbulnya, yakni contoh pengajaran sorogan, bandongan dan wetonan dalam mengkaji kitab-kitab agama yang ditulis oleh para ulama’ zaman masa pertengahan dan kitab-kitab itu dikenal dengan istilah “kitab kuning”.
Adapun jumlahnya sangat banyak dan mustahil untuk disebutkan satu persatu, sebagaimana yang dikatakan oleh Masdar F. Mas’udi saat mengulas konsep pemikiran kitab kuning beliau tidak mengulas keseluruhan kitab kuning yang ada dengan alasan: “pertama: jumlah kitab kuning itu sendiri sangat banyak, kedua: aliran, faham, atau madzhab yang dianut dalam kitab kuning amat banyak”.[1]
Sedangkan sistem yang dipergunakan dalam pengajaran berdasarkan Manfred Ziemek dibedakan menjadi tiga:
“Pertama: pelajaran individual atau kelompok kecil dalam studi dasar (sorogan), kedua: ceramah-ceramah yang ditujukan kepada kelompok-kelompok yang lebih besar yang terdiri dari para santri lanjut (wetonan), dan ketiga: acara-acara ibarat seminar untuk mengulas setiap duduk perkara ditingkat tinggi (musyawarah)”.[2]
Tetapi yang paling utama dalam sistem pengajaran di Pondok salafiyah ada tiga bentuk:
1) Sorogan
Sistem pengajaran dengan contoh soragan dilaksanakan dengan jalan santri yang biasanya pandai menyorongkan sebuah kitab kepada kiyai untuk dibaca di hadapan kiyai, di Pesantren besar “sorogan” dilakukan oleh dua atau tiga orang santri saja, yang bisa terdiri dari keluarga kiyai atau santri-santri yang dibutuhkan kemudian hari menjadi orang alim. Kitab-kitab yang di pakai dalam metode ini yaitu kitab yang ditulis dengan aksara gundul tanpa aksara hidup. Untuk itu seorang santri dalam membacanya memerlukan bimbingan guru yang sanggup mengawasi, menilai dan membimbing secara terbaik.
2) Wetonan
Sistem pengajaran dengan wetonan dengan jalan dilaksanakan kiyai membaca suatu kitab yang sama mendengarkan dan menyimak bacaan kiyai. Dalam sistem pengajaran yang semacam itu tidak dikenal absensi. Santri boleh hadir atau tidak dan tidak ada ujian.
melaluiataubersamaini metode pengajaran ini usang berguru santri tidak tergantung pada lamanya tahun belajar, tatapi; berpatokan pada waktu kapan santri tersebut menamatkan kitab-kitab pelajaran yang diputuskan. Apabila suatu kitab sudah selesai, maka seorang santri dianggap sudah menamatkan kitab tersebut. Santri yang cepat menamatkan kitab boleh menyambung dengan kitab yang lebih tinggi. Metode ini mendidik anak (santri) agar kreatif dan dinamis. Di beberapa pesantren yang masih ortodok, apabila beberapa santri bersama-sama menamatkan suatu kitab, maka diadakan upacara yang disebut khataman.
Dari kedua contoh pengajaran ini, berlangsung semata-mata tergantung kepada kiyai, lantaran segala sesuatu yang berafiliasi dengan waktu, tempat dan bahan pengajaran (kurikulumnya) terletak pada kiyai atau ustadz yang memilih keberhasilan proses belajar-mengajar di Pondok Pesantren lantaran otoritas kiyai sangat secara umum dikuasai di dalam memimpin Pondok itu.
Selain itu dari kedua contoh pengajaran diatas bahu-membahu ada sistem bandongan yang dilakukan saling kait mengkait dengan sebelumnya. Dalam sistem bandongan, seorang santri tidak harus mengatakan bahwa ia mengerti pelajaran yang sedang dihadapi. Para kiyai biasanya membaca dan menterjemahkan kalimat-kalimat secara cepat dan tidak menerjemahkan kata-kata yang gampang.[3]
b. Pondok Pesantren khalafiyah (modern)
Di dalam perkembangannya Pondok Pesantren tidak semata-mata tumbuh atas contoh usang yang bersifat tradisional dengan ketiga contoh pengajaran di atas, melainkan dilakukan suatu penemuan dalam pengembangan suatu sistem. Disamping contoh sistem yang termasuk ciri Pondok Pesantren salafiyah (tradisional), maka gerakan kholafiyah (modern) sudah memasuki derap perkembangan Pondok Pesantren. Ada tiga sistem yang diterapkan.
1) Sistem Klasikal
Pola penerapan sistem klsikal ini yaitu dengan pendirian sekolah-sekolah baik kelompok yang mengelola pengajaran agama maupun ilmu yang dimasukkan dalam kategori umum. Kedua disiplin ilmu itu di dalam sistem persekolahan diajarkan berdasarkan kurikulum yang sudah baku dari Departemen Agama dan Departemen Pendidikan. Tergantung bentuk-bentuk forum yang dikembangkan di dalam Pondok Pesantren baik melalui jalur Departemen Agama atau Departemen Pendidikan. Dari jalur Departemen Pendidikan terdiri dari sekolah-sekolah umum artinya sekolah-sekolah itu lebih banyak mengelola ilmu-ilmu sekuler dengan wujud jenjang pendidikannya yaitu sekolah dasar dan menengah, bahkan ada pula Pondok Pesantren di Jombang Jawa Timur yaitu Pondok Pesantren Darul ‘Ulum, Pondok Pesantren Tebu Ireng, dan Pondok Pesantren Bahrul Ulum yang mendirikan Universitas. Di Gontor sudah usang berdiri ISID, dan di tempat Madura sendiri terdapat perguruan tinggi tinggi yang didirikan oleh Pondok Pesantren yaitu Institut Diroshah Al-Islamiyah Al-Amien (IDIA).
Sedangkan sekolah-sekolah dari jalur Departemen Agama wujud konkritnya yaitu tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA) bahkan ada juga Pondok Pesantren yang mengadakan tingkat pendidikan tinggi dalam wujud sekolah tinggi.
melaluiataubersamaini kedua contoh sistem klasikal di atas terang bahwa kurikulum yang digunakan disamping oleh kiyai juga kurikulum dan silabi yang berasal dari kedua Departemen tersebut, dengan cita-cita tiruana santri sanggup pula mengikuti ujian yang dilaksanakan oleh sekolah negeri sebagai status persamaan.
2) Sistem Kursus
Pola pengajaran yang ditempuh melalui kursus ini ditekankan pada pengembangan itu diadakan keterampilan tangan yang menjurus kepada terbinanya kemampuan psikomotorik ibarat kursus menjahit, mengetik, komputer dan sablon.
Pengajaran sistem kursus ini mengarah kepada terbentuknya santri yang mempunyai kemampuan mudah guna terbentuknya santri-santri yang berdikari sanggup menopang ilmu-ilmu agama yang mereka tuntut dari kiyai melalui pengajaran sorogan, wetonan. Sebab pada umumnya santri dibutuhkan tidak tergantung kepada pekerjaan di masa menhadir, melainkan harus bisa membuat pekerjaan sesuai dengan kemampuan mereka.
3) Sistem Petes
Disamping sistem pengajaran klasikal dan kursus-kursus , dilaksanakan juga sistem petes yang menekankan pada kemampuan psikomotorik. Pola petes yang dikembangkan yaitu termasuk menumbuhkan kemampuan mudah ibarat petes pertukangan, perkebunan, perikanan, administrasi koperasi, mesin, elektronika dan kerajinan-kerajinan yang mendukung terciptanya kemandirian integratif. Hal ini akan memmenolong lahirnya santri intelek dan ulama yang mumpuni. melaluiataubersamaini sistem pengajaran klasik/tradisional maupun yang bersifat modern yang dilaksanakan dalam Pondok Pesantren erat kaitannya dengan tujuan pendidikannya yang intinya spesialuntuk semata-mata bertujuan unutuk membentuk pribadi muslim yang tangguh dalam mengatasi situasi dan kondisi lingkungannya, artinya sosok yang dibutuhkan sebagai hasil sistem pendidikan dan pengajaran Pondok Pesantren yaitu figur mandiri. Atas dasar pembentukan kemandirian itu maka sistem pendidikan dan pengajaran Pondok Pesantren yaitu sistem terpadu. Kemandirian itu nampak dari keberadaan bangunan sekolah (kelas), Pondok dan Masjid sebagai wadah pembentukan jati-diri. Sekolah yaitu wadah pembelajaran, Pondok sebagai ajang petes dan praktek, sedangkan Masjid ialah tempat training para santri. Dari ketiga wadah pendidikan itu digerakkan oleh kiyai yang ialah pribadi yang selalu nrimo dam menjadi teladan santrinya.
Terciptanya pribadi (sumber daya manusia) yang berkarakter itu sangat didukung oleh kondisi Pondok yang mengarah pada terciptanya sistem pendidikan yang berdimensi internalisasi nilai. Adapun ciri-ciri pendidikan Pondok Pesantren yang bisa melahirkan pemimpin-pemimpin masyarakat yaitu sebagai diberikut: (1) ada korelasi yang erat antara santri dengan kiyai, (2) tunduknya kepada kiyai, santri menganggap bahwa menentang kiyai selain dianggap kurang sopan juga berperihalan dengan agama, (3) hidup irit dan sederhana benar-benar dilakukan dalam Pondok Pesantren. Hidup glamor tidak terdapat dalam Pondok Pesantren, (4) semangat menolong diri sendiri amat terasa dan kentara di kalangan santri di Pondok Pesantren. Hal ini sanggup dilihat dalam kehidupan sehari-hari mereka yang serba dilaksanakan sendiri, (5) jiwa tolong menolong dan persaudaraan sangat mewarnai pergaulan di Pondok Pesantren itu, (6) pendidikan disiplin sangat ditekankan dalam kehidupan Pondok Pesantren, (7) berani menderita untuk mencapai suatu tujuan yaitu salah satu pendidikan yang diperoleh santri dalam Pondok Pesantren, (8) kehidupan agama yang baik sanggup diperoleh santri di Pondok pesntren itu, lantaran memang Pondok Pesantren yaitu tempat pendidikan dan pengajaran.
0 komentar
Posting Komentar