Sabtu, 23 Februari 2019

Pengertian Dan Hadist Dalil Akhlakul Karimah


Pengertian dan Hadist Dalil Akhlakul Karimah
Dilihat dari segi etimologi kata ”akhlak” berasal dari bahasa arab, jamak dari  kata ”khuluk” yang artinya perangkai atau tabiat.  Ibnu Athir  dalam bukunya  ”An-nihayah” menerangkan, hakikat makna khuluk itu, yaitu citra batin insan yang sempurna (yaitu jiwa dan sifat-sifatnya), sedang khalqu ialah citra bentuk luarnya (raut muka, warna kulit, tinggi rendah tubuhnya, dan lain sebagainya).
Tidak tidak sama dengan pendapat Ibnu Athir ini, imam Al-Ghazali berkata pula: ” bilamana orang menyampaikan si A itu baik khalqunya, berarti si A itu baik sifat lahirnya dan sifat batinya ”. Dalam pengertian sehari-hari, ”akhlak” kesusilaan” atau sopan santun dalam bahasa Indonesia, dan tidak tidak sama pula dengan arti kata ”moral” atau ”ethic” 

Adapun kata adat itu sendiri bersumber dari Al-Qur’an yaitu surat Al-Qalam ayat 4:
y7¯RÎ)ur 4n?yès9 @,è=äz 5OŠÏàtã ÇÍÈ
Artinya: ”Sesungguhnya engkau (Muhammad) memiliki kebijaksanaan pekerti yang luhur”.[2]

Sedangkan definisi ”akhlak” berdasarkan Ibnu Maskawih  menyatakan, bahwa yang disebut ”akhlak” ialah: keadaan jiwa seseorang yang mendorong untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran  lebih doloe[3].
Dari beberapa definisi yang disebutkan oleh beberapa pakar diatas, maka kiranya definisi-definisi tersebut sanggup disimpulkan bahwa yang disebut adat itu ialah: kehendak jiwa insan yang menimbulkan perbuatan dengan simpel lantaran kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran lebih doloe.

Selanjutnya berdasarkan Abdullah Dirroz, perbuatan-perbuatan insan sanggup dianggap sebagai manifestasi dari akhlaknya, apabila dipenuhi dua syarat, yaitu : Pertama, perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga menjadi kebiasaan. Kedua, perbuatan-perbuatan itu dilakukan lantaran dorongan emosi jiwanya, bukan lantaran adanya tekanan-tekanan yang hadir dari luar ibarat paksaan dari orang lain sehingga menimbulkan ketakutan, atau bujukan dengan harapan-harapan yang indah-indah, dan lain sebagainya[4].
Sedangkan dari Aisyah, ia berkata: saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:      
إنَّمَا الْمُؤْمِنُ لِيُدْرِكَ بِحُسْنِ خَلْقِهِ درَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ

”Sesungguhnya orang mukmin (dapat) dikenal dengan akhlaknya yang baik (yang pahalanya) sederajat orang yang berpuasa lagi berdiri malam”.

Maksud dari berdiri malam, yakni untuk melaksanakan sholat malam (tahajjud). Orang yang berakhlak baik akan didiberikan ganjaran baik pula. Orang yang berpuasa dan yang shalat di malam hari itulah orang yang bermujahadah terhadap dirinya dan mengurangi porsi dirinya itu (demi melaksanakan ibadah). Adapun orang yang berakhlak baik dengan insan yang bermacam-macam tingkah lakunya itu, maka aplikasi adat dalam keadaan ibarat itu yaitu mujahadah terhadap dirinya. Itulah sebabnya didiberikan kepada orang tersebut pahala orang yang berpuasa dan qiyamul-lail dengan  derajat yang sama

0 komentar

Posting Komentar