Kamis, 21 Februari 2019

Pengertian Pendidikan Demokratis

Pengertian Pendidikan Demokratis
Pendidikanyang demokratis yakni pendidikan yang mempersembahkan peluang yang sama kepada setiap anak untuk mendapat pendidikan di sekolah sesuai dengan kemampuannya. Pengertian demokratis di sini mencakup beberapa aspek arti baik secara horizontal maupun vertikal.
Maksud demokrasi secara horizontal yakni bahwa setiap anak, tidak ada kecualinya, mendapat peluang yang sama untuk menikmati pendidikan sekolah. Hal ini tercermin pada Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 yaitu : “Tiap-tiap masyarakat negara berhak mendapat pengajaran”. Sementara itu, demokrasi secara vertikal ialah bahwa setiap anak mendapat peluang yang sama untuk mencapai tingkat pendidikan sekolah yang setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuannya.
Sedangkan dalam pendidikan itu sendiri, demokratis ditujukan dengan pemusatan perhatian suatu perjuangan pada si anak didik dalam keadaan sewajarnya, (intelegensi, kesehatan, serta keadaan sosial), dikalangan taman siswa dianut perilaku Tutwuri Handayani, suatu perilaku demokratis yang mengakui hak si anak untuk berkembang berdasarkan kodratnya.[1] sehingga Demokratis sanggup diartikan sebagai sistem pendidikan yang bisa memperlihatkan kemungkinan kepada akseptor didik untuk sanggup berkembang dan mengasah kemampuan nalar dan pemikirannya secara bebas, serta berbagi potensi intelaktual siswa melalui pendidikan formal.
melaluiataubersamaini demikian, demokrasi pendidikan ialah pandangan hidup yang mengutarakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama di dalam berlangsungnya proses pendidikan antara pendidik dan anak didik serta juga dengan pengelola pendidikan. Karena itulah pendidikan demokratis dalam pengertian yang luas patut selalu dianalisis sehingga mempersembahkan manfaat dalam praktek kehidupan dan pendidikan yang paling tidak mengandung hal-hal sebagai diberikut :
1.      Rasa hormat terhadap harkat sesama manusia
Demokrasi pada prinsip ini dianggap sebagai pilar pertama untuk menjamin persaudaaan hak insan dengan tidak memandang jenis kelabuin, umur, warna kulit, agama dan bangsa. dalam penddidikan, nilai-nilai inilah yang ditanamkan dengan memandang perbedaan antara satu dengan yang lainnya baik korelasi antara sesama akseptor didik atau korelasi dengan gurunya yang saling menghargai dan menghormati.

2.      Setiap insan mempunyai perubahan kearah  pikiran  yang sehat.
Dari prinsip inilah timbul pandangan bahwa insan itu harus di didik, lantaran dengan pendidikan itu insan akan berubah dan berkembang kearah yang lebih sehat, baik dan sempurna. Oleh lantaran itu, sekolah sebagai forum pendidikan di harapkan sanggup berbagi kemampuan anak didik untuk berpikir dan memecahkan persoalan-persoalannya sendidri secara teratur, sistematis dan komprehensif serta kritis sehingga anak didik  mempunyai wawasan, kemampuan dan peluang yang luas.

3.      Rela berbakti untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama
Dalam konteks ini,pengertian demokrasi tidaklah dibatasi oleh kepentingan  individu-individu lain.dengan kata lain, seseorang menjadi bebas  lantaran orang lain menghormati kepentingannya. Oleh alasannya itu, tidak ada seorang yang lantaran kebebasannya berbuat sesuka hatinya sehingga merusak kebebasan orang lain atau kebebasan sendiri.[2] 

melaluiataubersamaini demikian, gagasan reformasi pendidikan ketika ini mempunyai momentum yang amat mendasar, dan tidak sama dengan gagasan yang sama pada kala sebelumnya. Salah satu perubahan fundamental dari reformasi pendidikan dalam kala reformasi ini yakni lahirnya UU No. 22 Tahun 1999, serta UU No. 20 Tahun 2003 ihwal sitem pendidikan nasional (SISDIKNAS). Kedua undang-undang tersebut membawa perspektif gres yang amat revolusioner dalam kontek perbaikan sector pendidikan, yang mendorong pendidikan sebagai urusan public dan urusan masyarakat secara umum dengan mengurangi otoritas pemerintah baik dalam kebijakan kurikulum, manajemen maupun banyak sekali kebijakan pengembangan institusi pendidikan itu sendiri.
Gagasan reformasi ini sejalan dengan pemikiran Decker F. Walker yaitu Reformasi pendidikan tidak cukup spesialuntuk perbaikan dan perubahan dalam sector kurikulum, baik struktur maupun mekanisme perumusannya, serta teladan pengelolaan sekolah yang berbasis pada masyarakat, namun siswa-siswanya sendiri harus didiberi arah pandangan ihwal berguru itu sendiri, bahwa bersekolah sebuah formalitas tetapi harus memperoleh kompetensi-kompetensi yang sudah ditentukan.[3]
Peranan pendidikan dalam kehidupan kenegaraan akan banyak mempersembahkan dimensi pembangunan huruf bangsa. Aktualisasi huruf masyarakat sanggup mambentuk nilai-nilai budaya yang tumbuh pada komonitas lingkungan sosial politik baik dalam bentuk berfikir, diberinisiatif, dan guaka ragam hak asasi manusia. melaluiataubersamaini demikian, pendidikan senantiasa melahirkan tata nilai kehidupan masyarakat dalam sistem kenegaraan yang di anut oleh suatu kepemerintahan.
Pada kondisi negara yang mempunyai heterogenitas masyarakat, cenderung menerapkan sistem demokrasi dalam menjalankan roda pemerintahan. Konteks demokrasi secara sederhana memperlihatkan adanya pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Perinsip utama dalam penerapan alam demokrasi yakni adanya akreditasi atas kebebasan hak individual terhadap upaya untuk menikmati hidup, sekaligus dalam mekanisme menjalankan kewajiban sebagai masyarakat Negara. Sehingga, pada gilirannya sanggup membentuk kondisi commonity development pada nilai-nilai keberagaman, baik berfikir, bertindak, beropini maupun berkreasi.
Di samping itu ada beberapa analilisis rasional mengapa reformasi pendidikan itu mutlak dilakukan dalam menghadapi kala globalisasi, dengan mengadaptasi argument-argument William J. Mathis yaitu :
1.                     Perubahan teladan pikir masyarakat jawaban demokratisasi yang terus berpenetrasi pada seluruh aspek kehidupan, sehingga sekolah harus bisa mempersembahkan layanan kepada masyarakat .
2.                     kemajuan teknologi dan kecanggihan alat-alat teknologi semakin mengivisiensikan proses industri dan layanan jasa. melaluiataubersamaini demikian, pendidikan harus mempersiapkan SDM biar tidak tergeser oleh alat-alat moderen itu, tapi justru menjadi kepingan dari kemajuan-kemajuan tersebut.
3.                     Pemahaman kepercayaan keagamaan kian terbuka dan inklusif. Agama tidak menjadi penghalang kemajuan, tapi justru mendorong perubahan-perubahan untuk kebaikan.
4.                     Peranan perempuan semakin kuat, posisi perempuan tidak lagi marginal. Mereka mempunyai hak dan peluang yang sama dalam karir dan pekerjaan dengan pria.tidak ada diskrininasi pekerjaan atas dasar gender.[4]

Demokratisasi pendidikan bukan spesialuntuk sekedar prosedur, tetapi juga nilai-nilai akreditasi dalam kehormatan dan martabat manusia. Dalam hal ini melalui upaya demokratisasi pendidiakan dibutuhkan bisa mendorong munculnya indifidu yang kreatif, kritis, dan produktif  tampa mengorbankan martabat dan dirinya. Kehidupn demokrasi dalam bidang pendidikan ialah tindakan menghargai keberagaman potensi indifidu yang berada dalam kebersamaaan. melaluiataubersamaini demikian segala bentuk penyama rataan individu dalam satu unformitas dan pengingkaran terhadap keunikan sifat-sifat indifidu berperihalan dengan salah satu prinsip demokrasi. Dari hak-hak masyarakat Negara dalam mengikuti pendidikan tersebut tersirat adanya dua hal penting yaitu : Pertama, pemerolehan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan dalam batas tertentu yakni pada level pendidikan dasar sembilan tahun. Kedua, adanya peluang untuk menentukan satuan pendidikan sesuai dengan karakteristiknya. [5]                                                                                                                            
Secara histories, istilah ini memang berasal dari barat, namun kalau melihat dari segi makna, kandungan, nilai-niai yang ingin diperjuangkan oleh demokrasi itu sendiri bergotong-royong ialah tanda-tanda dan keinginan kemanusiaan secara universal. Artinya, dalam bermacam-macam macam peradapan insan ibarat mesir, cina, Persia, India dan sebaginya, sesunggunya mempunyai pemikirannya sendiri dalam memahami dan memperjuangkan hak-hak individu dan kemanusiaan, dan mempunyai sejarahnya sendiri dalam memerangi otoritarianisme dan kediktatoran. Ini berarti kalau demokrasi itu berjuang pada pembelaan hak dan martabat manusia, maka tidak sanggup disangkal bahwa demokrasi ialah tanda-tanda kemanusiaan secara universal.
Bertolak dari gagasan tersebut sanggup dipahami; demokrasi dalam kenyataannya mengambil dua bentuk ya itu; demokrasi dalam makna universal, iya ialah gagasan obyektif yang menjadi cita-cita  setiap insan yang diperjuangkan setiap orang. Ini berarti demokrasi dalam tatanan inspirasi universal yang belum bersentuhan dengan ruang dan waktu yang biasanya cenderung tidak terjadi perbedaan dalam idalitasnya. Begitu pula selanjutnya demokrasi yang bertitik tolak dari desakan realitas sosial sebagai penjelmaan inspirasi yang ditafsirkan, yang sudah bersentuhan dengan ruang dan waktu, yang ialah produk atau hasil obrolan antara gagasan dan kenyataan kehidupan yang beranikaragam. Demokrasi dalam pengertian ibarat ini bersefat temporal, berubah-ubah dan mengambil bentuk yang jamak.
Dalam pendidikan, demokrasi ditunjukkan dengan pemusatan perhatian serta perjuangan pada si anak didik dalam keadaan sewajarnya (Intelegensinya, kesehatannya, keadaan sosialnya dang sebagainya). Dikalangan taman siswa di anut perilaku tuthuri handayani suatu perilaku demokratis yang mengakui hak si anak untuk tumbuh dan berkembang berdasarkan kodratnya.
melaluiataubersamaini demikian pembebasan haruslah memperhatikan aspek-aspek tertentu. Ini untuk menghindari terjadinya pembiasaan makna pembebasan s ebab, seringkali pembebasan di artikan sebagai pertolongan; suatu arti yang tidak tepat sama sekali. Alasannya santunan berpotensi membuat ketergantungan. Ketergantungan itu sendiri, berdasarkan Freire yakni titik lemah. Oleh lantaran itu, praktek pembebasan juga harus memahami ketergantungan itu sebagai titik lemah dan harus mencoba lewat refleksi dan tindakan untuk mengubahnya menjadi ketidaktergantungan.[6] 
Pendidikan demokratis mempunyai konsekuensi bagi terbentuknya desentralisasi kewenangan, di mana pengelolaan pendidikan akan banyak di tentukan oleh pelaksana langsung, baik pengelola, tenaga kependidikan, maupun masyarakat dalam membuat isi  (materi) sistem pembelajaran, termasuk pengembangan kualitas akseptor didik. Disisi lain, pendidikan demokratis akan berdampak pula pada aspek kurikulum, efisiensi administrasi, pendapatan dan biaya pendidikan, serta pemerataan terhadap perolehan pendidikan masyarakat.
Usaha sosialisasi demokrasi  di Indonesia melalui jalur pendidikan formal nampaknya masih membutuhkan jalan panjang. Reformasi orientasi pendidikan kewargguagaraan sudah semestinya dilakukan baik peraturan, materi maupun pelaksanaannya di lapangan. Orientasi pendidikan kewargguagaraan yang bertujuan untuk berbagi perilaku demokratis dan daya kritis akseptor didik selayaknya di jadikan common  plat-form para pengambil kebijakan pendidikan  nasional. Kesamaan pandangan  ini selanjutnya sanggup dituangkan kedalam penyusunan kurikulum yang sejalan dengan semangat dan tuntutan demokrasi.
Menurut A. Ubaidilllah,  pendekatan belejar ini, memusatkan perhatian pada kemampuan analisis anak terhadap pengetahuan dan pemahaman yang mereka miliki, dan guru mengarahkannya untuk berguru berdikari dan bertanggung jawaban terhadap apa yang mereka pelajari. [7]       
Adapun pendidikan demokratis berkaitan dengan bagaimana proses pendidikan di laksanakan, baik di tingkat  pusat maupun lokal. Sistem pendidikan yang selalu mengandalkan kekuasaan pendidik tanpa memperhatikan pluralisme subjek pendidik, sudah saatnya harus di penemuan biar tercipta  civil society. Suasana pendidikan yang demokratis akan mendorong tumbuhnya iklim egalitarian (kesamaan atau kesetaraan derajat dalam kebersamaan) antara akseptor didik dan pendidik. Secara sederhana, demokratisasi pendidikan sanggup di artikan proses pendidikan yang di laksanakan sesuai dengan keinginan dan kehendak Civil Society (Masyarakat kecil)
Pandangan dan analisis di atas setidaknya merefleksikan beberapa faktor penting yang mendasari pentingnya pendidikan demokratis, yaitu;
1.                  kegagalan pendidikan yang sudah dilalui beberapa tahun silam dengan indikator rendahnya kualitas rata-rata hasil berguru siswa yang akan memasuki jenjang sekolah tinggi tinggi.
Perkembangan perekonomian  dunia yang membuka jalan masuk pasar global, yang tiruananya itu ialah peluang sekaligus ancaman, yang harus dihadapi dengan kesiapan kualitas SDM kompetitif



[1]. Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Peresada,1999), hal. 242.
[2] . . A. Ubaidilllah, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta : ICCE Syarif Hidayatullah, 2000) , hal.243-244.
               
[3] . Dede Rosyda, Pradigma Pendidikan Demokratis, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hal 13-14
[4] . Ibid. hal 10-11.
[5] . Sasmanto dalam http://Demokrasi Pendidikan.blogspot.com/2007/11/Kajian pada  jenjang pendidikan dasar.html. 14.04.2011.

[6] . Hanif Dhakiri ,Islam Dan Pembebasan, (Jakarta:  Perpustakaan Nasional, 2000), hal. 134
[7].   A Ubaidilllah mokrasi dan Demokrasi Pendidikan Kemasyarakat Negaraan Diperguruan Tinggi ,Sumber \sy. Snarharapan.co.id/010929/0pi01.dalam.l.02.05.2011.

0 komentar

Posting Komentar