Jumat, 15 Februari 2019

Modernisasi Pesantren Dalam Membangun Masyarakat Madani (Civil Society)


 Modernisasi Pesantren dalam Membangun Masyarakat Madani (Civil Society)
            Dalam mempersiapkan masyarakat madani tantangan terhadap dunia pendidikan semakin besar, terutama terhadap Pondok Pesantren yang selama ini di pandang sebagai pendidikan yang kurang berperan dalam menyikapi dunia modern. Pondok Pesantren sebagai forum pendidikan alternatif diperlukan bisa menyiapkan kualitas masyarakat yang bercirikan semangat keterbukaan, demokratis, dan berwawasan luas, baik menyangkut aspek spiritual, maupun “ilmu-ilmu modern”. Sebagai pegangan hidup bagi santri-santrinya ditengah berkembangnya zaman.

            Sebagai forum pendidikan alternatif bangsa Indonesia masa depan, kelebihan dan keunggulan forum pendidikan masa lampau dijadikan sebagai kerangka contoh untuk dijadikan pertimbangan konsep pendidikan modern, dan tidak menghilangkan tradisi usang atau disebut dengan al-muhafazhah ala al-qadim al-shalih wa al-akhdz bi al-jadid al-ashlah (memelihara tradisi usang yang baik dan mengambil tradisi gres yang; lebih baik), ini suatu bentuk falsafah yang cukup sederhana, tetapi bisa mentransformasikan potensi dan menimbulkan diri Pesantren sebagai agent of change bagi masyarakat.
            melaluiataubersamaini adanya dualisme pendidikan yang ada di Indonesia yaitu forum pendidikan Pesantren yang diwarisi oleh para wali, dimana sistem pendidikannya yang masih tradisional, dan forum pendidikan umum yaitu hasil dari sistem pendidikan kolonial Belanda, dimana sistem belajarnya jauh dengan sistem pendidikan di Pesantren. Dari itu kedua sistem tersebut dipadukan sebagai forum alternatif di masa yang akan hadir. Hal ini diprakarsai oleh Pondok modern Gontor, yang menghadirkan perpaduan yang liberal, yaitu tradisi berguru klasik dengan gaya modern, dan dikembangkan oleh para alumninya yang sistem pendidikannya mengacu pada Pondok tersebut, yang salah satunya yaitu Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan.
            Dalam anutan Nurkholis Madjid bahwa, untuk memasukkan kurikulum “umum” yang selama ini diterapkan di dunia pendidikan umum ke dalam pendidikan Islam yang sudah mempunyai kurikulum sendiri, sehingga yang terjadi nantinya kombinasi dua bentuk unsur keilmuan dalam skala yang utuh.[1] Namun sejauh mana modernisasi Pesantren mungkin dilaksanakan harus ada batasan-batasan yang jelas, modernisasi Pesantren tidak harus mengubah atau mereduksi orientasi dan idealisme Pesantren, demikian pula nilai-nilai Pesantren tidak perlu dikorbankan demi proyek modernisasi, dunia Pesantren harus tetap hadir dengan jati dirinya yang khas, alasannya itulah sebetulnya jati-diri Pesantren. melaluiataubersamaini demikian maka modernisasi ini ditandai oleh kreatifitas insan dalam mencari jalan mengatasi hidup di dunian ini.


0 komentar

Posting Komentar