Kamis, 21 Februari 2019

Metode Penilaian Cooperative Learning Mencar Ilmu Mengajar

Metode Evaluasi Cooperative Learning
Dalam setiap kegiatan berguru mengajar tentu akan diadakan penilaian hasil kegiatan berguru mengajar. Berhasil tidaknya seorang guru dalam memberikan mata pelajaran serta untuk mengukur kemampuan siswa dalam menyerap mata pelajaran sanggup diketahui melalui sebuah evalusi
Yang dimaksud dengan penilaian yaitu penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa untuk mencapai tujuan yang sudah diterapkan dalam kegiatan (Muhibbin Syah 2000 : 141). Adapun kegiatan yang dimaksudkan oleh peneliti di sini yaitu meningkatkan minat berguru siswa terhadap mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, serta meningkatkan kerjasama dan interaksi serta komunikasi antar siswa dalam kelas.

Tujuan diadakannya penilaian berdasarkan Muhibbin Syah (2000 : 141) yaitu untuk mengetahui :
1)      Tingkat kemajuan yang sudah dicapai siswa dalam kelompok belajarnya
2)      Posisi siswa dalam kelompok belajarnya
3)      Tingkat perjuangan yang dilakukan siswa dalam belajar
4)      Sejauh mana siswa sudah mendayagunakan kapasitas kognitifnya untuk keperluan belajar
5)      Tingkat daya guna dan keberhasilan metode pembelajaran yang dipakai oleh guru dalam proses berguru mengajar berlangsung
Adapun fungsi dari penilaian antara lain yaitu :
a)      Fungsi administratif
b)      Fungsi promosi
c)      Fungsi diagnostik, untuk mengidentifikasi kesusahasn berguru siswa dan merencanakan kegiatan remedial teaching (pengajaran perbaikan)
d)     Sumber data bimbingan konseling (BK)
e)      Bahan pertimbangan pada masa yang akan hadir, yang mencakup pengembangan kerikulum, metode dan alat-alat berguru mengajar
Dalam penerapan metode Cooperative Learning juga terdapat penilaian untuk mengetahui efektifitas kerja bersama-sama yang diterapakan. Menurut Anita Lea (2002 : 84) dalam pembelajaran metode Cooperative Learning terdapat tiga model penilaian yang sanggup dipakai oleh guru sebagai contoh untuk mengukur keberhasilan proses kegiatan berguru mengajar, yaitu :
1)      Model Evaluasi Kompetisi
Sistem pringkat yang ada di sekolah selama ini terang menanamkan jiwa kompetitif. Sejak pertamaa pendidikan formal, siswa dipacu biar bisa menjadi lebih baik dari kawan-kawan sekelasnya. Siswa yang yang jauh melebihi mitra sekelasnya, maka ia dianggap sebagai siswa yang berprestasi. Sedangkan kemampuan yang ada di bawah rata-rata dianggap gagal. Pada hasilnya system ini mengajarkan nilai-nilai Survivel Of  The Fit Test atau siapa yang berpengaruh dialah yang menang.
Karena ketatnya system kompetisi, dunia pendidikan sudah melahirkan manusia-manusia yang siap untuk bertanding dengan lawannya demi kesuksesan pribadinya. Homo homini lupus yakni prinsip dasar dalam denia kompetisi. Orang-orang ini sedikit sekali dibekali kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain. Padahal dalam kehidupan bermasyarakat termasuk dalam dunia pekerjaan, kemampuan untuk bersinergi yakni kunci keberhasilan.
2)      Model Evaluasi Individual
Berbeda dengan sistem penilaian pringkat, dalam pengukuran individual guru menetapkan standart untuk setiap anakdidik. Nilai seseorang tidak ditentukan oleh nilai rata-rata mitra sekelas, melainkan oleh perjuangan sendiri dan standart yang diterapkan oleh guru dan dianggap yakni kemampuan terbaiknya. Setiap orang bertanggung balasan atas tindakannya sendiri dan harus memperjuangkan nasibnya sendiri juga. Tidak ada orang yang bisa memmenolong dan sebaliknya tak perlu merepotkan diri untuk memmenolong orang lain.
Tampaknya system penialain individual lebih menarikdanunik dibanding dengan sistem kompetisi. Dalam hal ini, anak didik bisa diharapakan berguru sesuai dengan kemampuan mereka sendiri dan tidak sama dengan stress yang mewarnai system kompetisi. Namun kalau perilaku individual tertanam dalam jiwa anak didik kemungkinan besar mereka akan mengalami kesusahan untuk hidup bermasyarakat.
3)      Model Eveluasi Cooprative Learning
Kerjasama yakni kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kolaborasi tidak akan ada individu, keluarga, organisasi dan masyarakat. Dan juga, tampa kolaborasi keseimbangan lingkungan hidup akan terancam punah.
Dalam penelitian Evalusi Cooperative Learning, siswa menerima nilai pribadi dan nilai kelompok. Siswa bekerja sama dengan cara gotong royong. Mereka salaing memantu dalam mempersiapkan diri untuk test. Kemudian masing-masing mengerjakan tes dengan sendiri-sendiri dan mendapatkan nilai pribadi.
Nilai kelompok sanggup dibuat dengan beberapa cara, yaitu : Pertama, nilai kelompok sanggup diambil dari nilai terandah yang didapat oleh siswa dalam kelompok. Kedua, nilai kelompok bisa diambil dari nilai rata-rata tiruana “sumbangan” dari setiap anggota. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga rasa keadilan dalam kelompok serta menghilangkan rasa minder terhadap anggota yang menerima nilai kurang elok atau dibawah jauh dibawah rata-rata.
Model penilaian ini sangat perlu diterapkan dalam dunia pendidikan. Karena system pendidikan bersama-sama ini yakni alternatif manarik yang bisa mencegah tumbuhnya keagresifan dalam system kompetisi dan rasa ketersaingan dalam system individu tanpa mengorbankan aspek kognitif.


0 komentar

Posting Komentar