Sabtu, 16 Februari 2019

Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa


Hal-hal yang membatalkan puasa
Hal-hal Berkaitan dengan yang membatalkan puasa, berdasarkan baihaqi A. K
ada delapan hal yang sanggup membatalkan puasa seseorang, sebagai diberikut (A.K. Baihaqi, 1996) ;
  1. Makan dan minum
Mengenai batalnya puasa lantaran makan dan minum didasarkan pada firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah, 2 ; 187, :
              Artinya:   “...dan makanlah dan minumlah sehingga hingga kelihatan
                  benang yang putih dari benang yang hitam, yaitu fajar”.

  Akan tetapi, kalau seseorang makan dan minum dalam keadaan lupa bahwa
Ia sedang berpuasa, maka puasanya tidak batal, sesuai hadits diberikut ini:



Artinya :            “Barang siapa lupa bahwa ia sedang berpuasa, kemudian ia makan atau
                           minum, hendaklah ia sempurnakan puasanya. Sesungguhnya ia
                           didiberi minum dan makan oleh Allah”. (H.R. Al-Bukhari dan
                           Muslim).
  1. Memasukkan sesuatu kedalam lubang tubuh yang terbuka, mirip pendengaran dan hidung. Hal ini oleh sebagian ulama diqias kepada makan dan minum. Ulama lainnya mengatakannya tidak membatalkan puasa. Tetapi, kalau dengan memasukkan, sesuatu kedalam lubang tubuh yang terbuka itu dimaksudkan untuk mengurangi lapar dan haus, dengan sendirinya menjadi batal. Oleh lantaran itu, kalau memasukkan sesuatu itu tidak dengan maksud mengurangi lapar dan haus, begitu juga termasuk air kedalam pendengaran atau hdiugn diwaktu mandi, memasukkan obat melalui lubang tubuh selain mulut, bersuntik dan yang semacamnya tidak membatalkan puasa.
  2. Melakukan kekerabatan seksual (bersetubuh) di siang hari.
             Ketetapan aturan batal puasa lantaran melaksanakan kekerabatan seksualbersum-
         ber dari firman Allah SWT yang terlihat dalam Q.S. Al-Baqarah, 2 ; 187 ;
          …….ﻡﻜﺋﺎﺴﺌ ﯽﻟﺍ ﺚﻓﺭﻟﺍ ﻡﺎﻴﺻﻟﺍ ﺔﻟﻴﻟ ﻡﻜﻟ ﻝﺤﺍ….
           Artinya :  “Dibolehkan bagi engkau pada malam hari bulan pahala berhubu –
                             ngan seksual dengan isteri engkau...”
               Ayat itu  dengan  jelas  memdiberi  petunjuk  bahwa  berhubungan  seksual
dengan isteri dibolehkan spesialuntuk pada malam hari bulan puasa. Siangnya kekerabatan seksual tersebut tidak dibolehkan. Oleh lantaran itu, kalau ada orang yang sedang puasa melakukannya batallah puasanya. Jika orang yang sedang berpuasa melaksanakan kekerabatan seksual pada siang hari, tidak saja puasanya batal melainkan juga lebih dari itu, ia terkena kifarat (denda), yaitu (1) memerdekakan seorang hamba yang diberiman, tahu kalau ia tidak mempunyai hamba, (2) puasa dua bulan berturut-turut (jika terselang satu hari saja, diulangi lagi dari pertama), atau kalau tidak sanggup, (3) memdiberi kuliner enam puluh orang miskin, masing-masing 1 (satu) liter.
Hadis diberikut pertanda hal itu:



Artinya:“Seorang pria berbuka puasa dengan bersetubuh dibulan rama –
            dhan, Rasulullah SAW kemudian memerintahkannya dengan memerdekakan
            nya seorang hamba, atau puasa dua bulan berturut-turut, atau mem –
            ri kuliner untuk enam puluh orang miskin”. (H.R. Muslim, Ahmad
            dan Ibnu Juraih dari Abu Hurairah).

    4.   Muntah dengan disengaja (diupayakan)
  Jika seseorang yang sedang berpuasa berusaha biar ia muntah, batallah   puasanya. Sebaliknya, kalau ia muntah tanpa disengaja maka puasanya tidak batal. Ketetapan ini bersumber dari hadits diberikut ini:


Artinya :   “Rasulullah SAW bersabda ; barang siapa muntah lantaran ter -
                  paksa tidaklah wajib mengqada puasanya (artinya ; puasanya
                  tidak batal) dan barang siapa mengupayakan muntah dengan
                  sengaja maka ia wajib mengqada puasanya (artinya ; puasanya
                  batal). (H.R. Abu Daud, Al-Tirmizi dan Ibnu Hibban dari Abu
                  Hurairah)
5. Keluar darah haidh atau nifas
             Seseorang wanita yang kehadiran darah haidh atau darah nifas batal
         puasanya.  Hal ini jelas  karena salah  satu dari  syarat-syarat  sahnya  puasa
         adalah suci dari haidh dan nifas.  Sebuah hadits  menerangkan  hal ini sebagai
         diberikut:


          Artinya : “Kami diperintahkan Rasulullah SAW mengqadha puasa dan kami
                          tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat”. (H.R. Al-Bukhari
                          dari Aisyah ra).

Perintah mengqada puasa didalam hadits itu memdiberi pengertian bahwa
          puasa dalam keadaan haidh dan nifas tidak sah, dan oleh balasannya harus di-
          qadha (diganti) pada hari-hari lain di bulan lain.
      6. Gila
         Salah satu dari syarat-syarat sah puasa yaitu “qil yaitu normal dan tidak
      sakit ingatan (gila). Jadi, kalau seseorang sedang berpuasa lantas terkena sakit
     gila maka batallah puasanya. Hadits dibawah ini pertanda bahwa orang 
      yang gila bebas dari aturan ;
      Sebuah hadits menerangkan:



                
Artinya : “Tiga golongan insan bebas dari aturan ; (1) orang yang pulas
                 sampai ia bangun, (2) orang yang gila hingga ia sembuh, dan (3)
                 kanak-kanak hingga ia baligh”. (H.R. Abu Daud dan Al-Nasa’i).
     7. Keluar mani dengan onani atau merangkul perempuan.
             Keluar mani dengan cara onani (dengan tangan sendiri atau dengan tangan
orang lain) atau dengan cara merangkul wanita atau cara lainnya  dihukum sama dengan berafiliasi seksual, dan oleh balasannya puasa menjadi batal. Tetapi keluar mani lantaran mimpi tidaklah membatalkan puasa.
     8. Berniat berbuka.
Seseorang  yang  sedang berpuasa,  lantas  berniat  berbuka,  maka  batallah
         puasanya, meskipun ia tidak berbuka dengan misalnya, makan atau minum.
Hal itu disebabkan oleh lantaran ia sudah membatalkan niatnya dari tiruanla niat berpuasa menjadi niat berbuka. Sedang niat yaitu salah satu dari rukun-rukun puasa.

  1.  Kualitas Puasa
         Bagian terpenting dari syariat islam tentang puasa ini terletak pada pelaksa
naanya.  Pelaksanaan  yang baik  dapat  mengantarkan  seseorang kepada tujuan yang diharapkan, yaitu terbentuk langsung yang muttaqin (bertaqwa kepada Allah ).
  
              sepertiyang sudah diterangkan dimuka, bahwa dalam menjalankan puasa tingkat kualitas puasa seseorang ditentukan oleh seberapa jauh beliau melaksanakan hal-hal yang disunnahkan dan seberapa jauh beliau menjauhi hal-hal yang dimekruhkan bahkan hal-hal yang membatalkan puasa.
             melaluiataubersamaini demikian, apabila puasa yang diamalkan itu memenuhi tiruana persyaratan yang sudah diputuskan oleh syara’, maka besar sekali makna (hikmah) dari pahala yang akan diperolehnya. Apalagi puasa ialah salah satu pilar dari rukun islam.
             Dalam hal ini, Abu Hamid Al-Ghozali mengklasifikasikan kualitas puasa itu menjadi tiga peringkat, yaitu puasa umum, puasa khusus, puasa khusus al-khusus (Prof. Dr. H. AK. Baihaqi, 1996).
             Yang pertama adalah, puasa sekedar menahan diri dari makan, minum dan kekerabatan seksual. Dan lantaran umumnya insan yang berpuasa dalam tingkat ini, maka puasa mereka disebut puasa umum, artinya demikianlah kebanyakan puasa manusia.
             Yang kedua adalah, puasa yagn diamalkan disamping dengan isi umum tersebut diatas juga menyempurnakannya dengan menahan diri dari mengatakan, mendengar dan memandang atau melihat sesuatu yang kurang baik, kurang pantas, yang menyinggung / menyakiti orang lain atau yang sia-sia dan tak berguna. Dan lantaran puasa tingkat ini sanggup diamalkan oleh mereka yang sudah biasa disebut  khusus maka puasa mereka disebut puasa khusus.
              Yang ketiga adalah, puasa yang diamalkan disamping dengan isi kategori puasa diatas disempurnakan pula dengan puasa hati yaitu menahan hati dari memikirkan,  mengkhayalkan  atau  membayangkan  hal-hal  duniawi  yang  rendah
selama berpuasa. Dan balasannya puasa semacam ini spesialuntuk bisa dilakukan oleh mereka sangat khusus, maka puasa mereka disebut puasa khusus al-khusus.
             Adapun puasa yang berada pada tingkatan kedua diatas dilakukan dengan memenuhi enam hal sebagai diberikut (M. Al-Baqir, 1997) ;
             Pertama, dengan “enundukkan” pandangan mata serta membatasinya sedemikian sehingga tidak tertipu kepada segala hal yang tercela atau yang sanggup menyibukkan hati dan menciptakannya lalai akan ingatan kepada Allah SWT.
sepertiyang yang tercermin dalam sabda Nabi SAW sebagai diberikut :



Artinya:“Sekilas pandangan mata ada kalanya ialah sebuah anak panah
              yang berbis diantara panah-panah iblis yang terkutuk, maka barang
              siapa menahan dirinya dari pandangan mirip itu, lantaran rasa takutnya
              kepada Allah SWT akan melimpahkan kepadanya keimanan yang terasa
              amat manis dalam hatinya”.
Jabir ra, juga meriwayatkan dari Anas ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda



Artinya::    Lima masalah yang membatalkan puasa seseorang ; ucapan bohong,
                  ghibah, fitnahan, sumpah tiruan dan pandangan yang berangasan (meman-
                  dang dengan syahwat)”
                    Kedua, menjaga pengecap dari ucapan-ucapan yang sia-sia, dusta, gunjingan / fitnahan, caci maki, menyinggung perasaan orang lain, menjadikan pertengkaran dan melaksanakan perdebatan berlarut-larut. Sebagai gantinya hendaknya ia memaksa lidahnya biar membisu serta menyibukkannya dengan dzikir kepada Allah dan tilawah Al-Qur’an. Hal ini ditegaskan dalam sabda Rasulullah SAW:


  Artinya:  “Sesungguhnya puasa yaitu tabir penghalang (dari perbuatan dosa),
                  maka apabila seseorang dari engkau sedang berpuasa, tidakbolehlah ia me-
                  ngucapkan  sesuatu  yang keji  dan  tidakbolehlah  ia berbuat jahil.  Dan
                  seandainya ada orang lain yang mengajaknya berkelahi atau menuju
                  kan cercaan kepadanya, hendaknya ia berkata ; “aku sedang berpuasa,
                  aku sedang berpuasa”. (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah)
             Ketiga, menahan pendengaran dari mendengar segala sesuatu yang dibenci oleh agama, alasannya segala sesuatu yang haram diucapkan, haram pula didengarkan, lantaran itu pula Allah SWT menyamakan orang yang sengaja mendengarkan sesuatu yang diharamkan dan orang yang memakan harta haram, mirip dalam firman-Nya :
…..ﺖﺤﺴﻟﻟ ﻦﻮﻟﺎﻛﺍ ﺐﺬﻛﻟﻟ ﻦﻮﻋﺎﻤﺴ….
Artinya :  “....mereka itu yaitu orang-orang yang suka mendengar diberita bohong
                 dan banyak makan yang haram”. ((Q.S. Al-Maidah ; 42 ).

Dan Rasulullah SAW juga menegaskan :

( ﻰﻨﺍﺭﺑﻃﻟﺍ ﻩﺍﻮﺭ ) ﻡﺛﻻﺍ ﻰﻓ ﻦﻴﻛﻴﺭﺷﻊﻤﺗﺴﻤﻟﺍﻭ ﺐﺎﺗﻐﻤﻟﺍ
Artinya :  “Orang yang mengunjing dan suka mendengarkan gunjingan adalah
                 serupa dalam dosa”.(H.R. Al-Thabrani).
             Keempat, mencegah tiruana anggota tubuh lainnya dari perbuatan haram maupun yang bersifat subhat. Hal ini dikhawatirkan pada masalh kuliner yang diperuntukkan untuk berbuka. Sebab tidak ada artinya seseorang berpuasa menahan diri dari kuliner yang halal sedangkan pada ketika berbuka dari puasanya itu ia memakan kuliner yang haram. Orang mirip itu sanggup diibaratkan orang yang membangun istana sementara ia menghancurkan sebuah kota, hal ini senada dengan sabda Rasulullah SAW ;
ﺶﻄﻌﻟﺍﻮ ﻉﻮﺠﻟﺍ ﻻﺍ ﻪﻤﺎﻴﺻ ﻦﻤ ﻪﻟ ﺲﻴﻟ ﻡﺋﺎﺻ ﻦﻤ ﻡﻜ
       (ﻩﺭﻴﺭﻫﻰﺑﺍ ﻦﻋ ﻪﺠﺎﻤ ﻦﺑﺍﻮ ﺉﺎﺴﻨﻟﺍ ﻩﺍﻮﺭ )     
Artinya :  “Betapa banyak orang yang berpuasa sedangkan ia tidak mendapatkan
                 sesuatu dari puasanya itu kecuali spesialuntuk rasa lapar dan dahaga”.
                 (H.R. Al-Nasa’I dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).
                          Kelima, mencukupkan diri ketika berbuka dengan makan halal sekedarnya saja, tidakboleh terlalu kenyang sehingga perutnya penuh dengan kuliner (walaupun dari yang halal) hendaknya diingat bahwa “tak ada wadah yang lebih dibenci oleh Allah dari pada perut yang penuh dengan makanan”.
             Keenam, hendaknya hatinya – sehabis berbuka – senantiasa terpaut dan terombang-ambing antara harap dan cemas. Ssebab ia tidak tahu apakah puasanya diterima sehingga ia termasuk golongan “Muqarrabin”; atau ditolak, sehingga ia termasuk golongan “Mamqutin” (orang-orang yang dibenci oleh Allah). Perasaan mirip itulah yang bersama-sama menyertai dirinya pada setiap ketika selesai melaksanakan ibadah puasa.
             Dari keenam hal diatas, Apabila kita analisis dengan pemahaman pertama tujuan puasa yaitu bertindak dan bersikap sesuai dengan akhlaq Allah dan sifat-sifat-Nya maka ia akan menemukan diam-diam puasa dalam pandangan nalar sehatnya dan mata hatinya. Sehingga puasa yang dijalankannya mempunyai nilai ibadah baik segi lahir maupun batin, atau kulit dan isi. Kulitnyapun bertingkat-tingkat, maka terserah ia ingin memuaskan diri dengan kulitnya tanpa isi atau menggabungkan diri dengan kalangan orang yang terbuka mata hatinya, yakni mereka yang disebut “Ulul Albab”.
  1. Dampak Positif Ibadah Puasa
             Ibadah puasa, selama dilakukan dengan baik, dalam arti mengikuti secara konsisten beberapa petunjuk Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW mempersembahkan efek yang sangat positif, baik yang bersifat spiritual maupun yang bersifat material. Puasa sanggup menafasi dan mempersembahkan makna yang aktual dalam kehidupan sehari-hari, yang tercermin, contohnya berupa kejujuran, berkata dan berbuat, ketulusan beramal, mengentalnya solidaritas sosial, giatnya dinamika dan etos kerja, maraknya disiplin, menguatnya kesabaran dan kian sehatnya fisik maupun psikis individu maupun masyarakat.
             Tidaklah mengherankan kalau puasa berdampak sedemikian positif. Allah SWT memang mensyariatkan ibadah puasa dengan tujuan yang mudah dipahami, yaitu mengantarkan setiap orang untuk meraih posisi puncak disisi Allah sebagai seorang yang bertaqwa (Muttaqin). Sedangkan yang dimaksud dengan “Taqwa” disini yaitu bentuk rasa tanggung jawaban yang dilaksanakan dengan penuh rasa cinta dan menawarkan amal prestatif dibawah semangat pengharapan ridha Allah SWT (Toto Tasmara, 2001).
             Puasa ialah satu bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Seorang mukmin, dengan puasanya akan didiberikan pahala yang luas dan tidak terbatas, alasannya dengan puasa beliau akan memperoleh ridha Allah SWT dan berhak memasuki nirwana dari pintu khusus yang spesialuntuk disediakan untuk orang-orang yang berpuasa, namanya “Al-Rayyan”, sebagaimana yang tercermin dalam hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Sahl bin Saed, (Drs. Muhammadiyah Ja’far, 1997). Puasa juga akan menjauhkan dirinya dari siksaan yang disebabkan oleh kemaksiatan yang dilakukannya. Puasa ialah tebusan (Kafarat) bagi dosa dari satu masa ke masa diberikutnya. melaluiataubersamaini ketaatan, urusan seorang mukmin akan berdiri tegak diatas kebenaran yang disyariatkan oleh Allah SWT, yakni menjalankan perintah Allah dan menjauhkan diri dari segala sesuatu yang dilarangnya. sepertiyang yang tercermin dalam surat Al-Baqarah, 2 ; 183.
             Puasa ialah madarasah moralitas yang besar dan sanggup dijadikan masukana tes untuk menempa banyak sekali macam sifat terpuji. Puasa yaitu jihad melawan nafsu, menangkal godaan-godaan dan rayuan-rayuan syetan yang terkadang terlintas dalam fikiran, puasa bisa membiasakan seseorang bersikap sabar terhadap  hal-hal yang  diharamkan,  penderitaan  dan kesusahan  yang kadang
kala muncul dihadapannya.
             Puasa mendidik seseorang untuk bersikap jujur dan merasa diawasi oleh Allah SWT, baik dalam kesendirian maupun dalam keramaian, lantaran pada ketika itu tidak ada seorangpun yang mengawasi orang yang berpuasa selain Allah SWT.
             Puasa sanggup menguatkan kemauan, mempertajam kehendak, mendidik kesabaran, memmenolong kejernihan akal, menyelamatkan pikiran, dan mengilhami ide-ide cemerlang. Hal ini bisa terjadi ketika orang yang berpuasa melewati fase kelapangan hidup serta melupakan kesenangan dan kenikmatan hidup yang adakala terlintas secara tiba-tiba. Lukmanul Hakim berkata kepada anaknya, “Wahai anakku, kalau perut terisi penuh, pikiran akan terpulas, nasihat tidak akan muncul dan anggota tubuh akan malas melaksanakan ibadah”.
             Puasa mengajarkan disiplin dan ketepatan, lantaran puasa menuntut orang yang berpuasa untuk makan dan minum pada waktu yang sudah ditentukan. Puasa sanggup menjadikan solidaritas dikalangan umat islam, baik yang berada di timur maupun di barat.
             Puasa secara praktis, memperbaru kehidupan manusia, yaitu dengan memmembuang kuliner yang sudah mengendap dan menggantinya dengan yang baru, mengistirahatkan perut dan alat pencernaan, memelihara tubuh serta menghilangkan pundak basi yang disebabkan oleh kuliner dan minuman. sepertiyang sabda Nabi SAW sebagai diberikut ;
( ﻡﻴﻌﻨ ﻮﺑﺍﻮ ﻦﺴﻟﺍ ﻦﺑﺍ ﻩﺍﻮﺭ ) ﺍﻮﺤﺻﺘ ﺍﻮﻤﻮﺻ
Artinya :  “Berpuasalah, pasti kalian akan sehat”.


Seorang dokter  Arab, al-hadits Ibnu Al-Kaidah menyampaikan ;
ﺀﺍﻮﺪ ﻝﻜ ﺲﺃﺭ ﻡﺎﻴﺻﻟﺍﻮ ﺍﻮﺤﺻﺘ ﺍﺀﺪﻟﺍ ﺕﻴﺑ ﺓﺪﻌﻤﻟﺍ
Artinya :  “Perut yaitu masukang banyak sekali penyakit, sedangkan pencegahannya
                  adalah puasa sebagai obat yang paling mujarab”.
                  (Wahbah Al-Zuhayly, 1996)

             Bila kita renungkan dengan seksama, maka inti dari perintah menjalankan puasa yaitu pengendalian diri (self Control). Pengendalian diri yaitu salah satu cirri utama jiwa yang sehat. Dan mabadunga pengendalian pada diri seseorang terganggu, maka timbullah banyak sekali reaksi patologik (kelainan) baik dalam alam piker, alam perasaan dan prilaku yang bersangkutan. Rekasi patologik yang ditimbulkan tidak saja menjadikan keluhan subyektif pada dirinya, tetapi juga sanggup mengganggu lingkungan dan orang lain (Prof,.Dr. dr. H. Dadang Hawari, Psikiater, 1996). Hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW sebagai diberikut :

  Artinya  :    “Wahai para perjaka barang siapa diantara kalian sudah memiliki
                   kemampuan material (ba’ah), maka hendaklah ia berkeluarga, alasannya hal
                   demikian bisa lebih menutup pnglihatan dan menjaga kemaluan. Dan
                   barang siapa belum mempunyai ba’ah, maka beliau harus berpuasa, lantaran
                   puasa sanggup berfungsi sebagai penetrasi libido seksual (wija’)”.
                   (Wahbah Al-Zuhayly, 1996).
             Jadi dari banyak sekali statement tentang efek aktual ibadah puasa dari banyak sekali perspektif tersebut diatas, ibadah puasa tentunya tidaklah berlebih-lebihan atau mengada-ada. Dan puasa dibutuhkan oleh tiruana manusia, kaya atau miskin, berakal atau bodoh, untuk kepentingan langsung atau masyarakat. Tidak heran kalau puasa sudah dikenal oleh tiruana umat-umat sebelum islam, sebagaimana yang diinformasikan oleh Al-Qur’an, surat Al-Baqarah, 2 ; 183 (M. Quraisy Shihab, 2000).
             Maka dengan berbekal keislaman dan keimanan yang ada dalam diri manusia, insan harus tetap terus berusaha konsisten demi meraih tujuan ibadah puasa ini sebagai masukana untuk menggapai kebahagiaan di dunianya, lebih-lebih di darul abadi kelak. Sehingga tidaklah mengherankan, kalau orang sudah bisa berbuat demikian, ia mempunyai kadar kedekatan yang sangat erat denga Allah SWT (Irfan Hielmya, 1999).

0 komentar

Posting Komentar