Macam-macam budpekerti Lengkap Pengertian dan misalnya
1. Macam-macam akhlak
Kata “akhlak” tanpa keterangan baik dan jelek di belakangnya, sifatnya masih netral. Mungkin baik atau terpuji, mungkin jelek atau tercela. Karena itu budpekerti ada dua macam : Akhlak mahgampang. Yaitu budpekerti yang terpuji, dan budpekerti mazmumah yaitu budpekerti yang tercela. Islam mengajarkan semoga setiap muslim berakhlak mahgampang dan melarang berakhlak mazmumah. Dan untuk tujuan ini pula bahwasanya Nabi Muhammad diutus sebagai rasul dengan membawa agama Islam (Tim Dosen Agama Islam IKIP Malang, 1991 : 243).
Kemudian berdasarkan (Muthahari, 1995:55) orang yang mengusulkan akhlak, terdiri dari dua golongan. Golongan pertama, dasar akhlaknya berlandaskan pada egoisme dan penyembahan ego. Memperkuat ego dan memperebutkan keabadian serta membela diri. Pokok budpekerti mereka tidak lebih dari satu, yaitu berupaya untuk memelihara kehidupan individualisme. Dasar budpekerti mereka yakni ego. Pandanan budpekerti ibarat ini diantaranya dikemukakan oleh Nistche. Akhlak komunias pun demikian adanya. Dasarnya tidak lari dari kepentingan individual. Artinya, dasar filosofis komunisme tidaklah mempersembahkan kemungkinan untuk memperluas akhlaknya dan berjalan lebih jauh dari itu. Sementara sistem budpekerti dan pendidikan yang ada di dunia mempunyai istilah keluhuran, akhlaki, keadilan, kejujuran, amanat, dan lainnya yang berlawanan terhadap ego. Ketika dikatakan pada insan semoga berkata benar dan tidakboleh berbohong, maka itu berarti bahwa ditempat yang terdapat kepentingan individual. Kebenaran atau kejujuran sama dengan menginjak-injak ego. Artinya, selagi insan belum bisa melepaskan ego atau diri dan selagi dia belum sanggup berkorban dan mengutamakan orang lain dalam perbuatannya, maka tidak mungkin dia sanggup mempraktikkan keluruhuran akhlak. Itulah sebabnya dalam budpekerti persoalan ego ialah persoalan yang terpenting.
Dan untuk itu lebih jelasnya lagi penulis akan menjabarkan lebih jauh lagi ihwal macam-macam budpekerti sebagai diberikut :
A. Akhlak-akhlak tercela (Al-Akhlak Al-Madzmumah)
Hidup insan terkadang mengarah kepada kesempurnaan jiwa dan kesuciannya, tapi kadang pula mengarah kepada keburukan. Hal tersebut bergantung kepada beberapa hal yang mempengaruhinya. Menurut (Amin, 1975 : 262), keburukan budpekerti (dosa dan kejahatan) muncul disebabkan lantaran “Kesempitan pandangan dan pengalamannya, serta besarnya ego”.
Dalam pembahasan ini, budpekerti tercela dilampaukan terlebih lampau dibandingkan dengan budpekerti yang terpuji semoga kita melaksanakan terlebih lampau perjuangan takhliyah, yaitu mengosongkan atau memmembersihkankan diri / jiwa dari sifat-sifat tercela sambil mengisi (tahliyah) dengan sifat terpuji. Kemudian kita melaksanakan tajalli, yaitu mendekatkan diri kepada Alloh.
Akhlak yang jelek yakni bentuk yang menakutan, yang bila dikenakan oleh seseorang maka dia akan menawarkan sosok yang seram pula. Ia akan menjadi sumber malapetaka bagi pemiliknya sendiri dan juga bagi masyarakatnya ibarat yang selama ini dikatakan orang-orang (Subaiti, 2000 : 31).
Orang ibarat itu, bila bergaul dengan orang lain, ia bertindak zalim; bila berjanji, ingkar; bila berkata ia bohong; bila dipercaya ia khianat; bila ada peluang, ia menyimpang : ia jauh dari kebaikan dan erat kepada keburukan, cepat membuatkan fitnah, dan tidak bisa membuat persatuan. Oleh lantaran itulah Rosululloh bersabda, “ Alloh menolak obat orang yang perangainya buruk”. Rosululloh ditanya, Bagaimana bisa terjadi demikian, Ya Rosulalloh ?” Beliau menjawaban, bila dia bertobat dari suatu dosa, maka dia terlibat dalam dosa yang lebih besar.”
Al-Shadiq berkata, “Siapa yang akhlaknya buruk, berarti sudah menyiksa dirinya.” Beliau berkata pula, “Sesungguhnya budpekerti yang jelek benar-benar merusak perbuatan,“ dan seterusnya hingga dia menerangkan, “sesungguhnya ancaman jelek itu menjalar kepada jiwa manusia, merusak keyakinan dan menghancurkan prinsip-prinsip yang dianutnya. Jika akhidah sudah hancur, akan lahir darinya keraguan, kegoncangan, kemudian harapan dan harapan menjadi terkikis. Akhirnya, keputusasaan dan kebosanan akan melanda segi-segi kehidupan sebagaimana ia mengakibatkan ia mengakibatkan keraguan pada sumber-sumbernya (Subaiti, 200 : 32).
Menurut Imam Ghazali, budpekerti yang tercela ini dikenal dengan sifat-sifat muhlikat, yakni segala tingkah laris insan yang sanggup membawanya kepada kebinasaan dan kehancuran diri, yang tentu saja berperihalan dengan fitrahnya untuk selalu mengarah kepada kebaikan (Zahruddin, Hasanuddin Sinaga, 2004 : 154). Al-Ghazali menunjukan 4 hal yang mendorong insan melaksanakan perbuatan tercela (maksiat) diantaranya :
1. Dunia dan isinya, yaitu banyak sekali hal yang bersifat material (harta, kedudukan) yang ingin dimiliki insan sebagai sebagai kebutuhan dalam melangsungkan hidupnya (agar bahagia).
2. Manusia selain menhadirkan kebaikan, insan sanggup menjadikan keburukan, ibarat istri, anak. Karena kecintaan kepada mereka, misalnya, sanggup melalaikan insan dari kewajibannya terhadap Alloh dan terhadap sesama.
3. Setan (iblis). Setan yakni musuh insan yang paling nyata, ia menarik hati insan melalui batinnya untuk berbuat jahat dan menjauhi Tuhan.
4. Nafsu, nafsu ada kalanya baik (muthmainnah) dan ada kalanya butuk (amarah) akan tetapi nafsu cenderung mengarah kepada keburukan (Asmaran, 1992 : 131 – 140).
Pada dasarnya sifat dan perbuatan yang tercela sanggup dibagi menjadi dua serpihan (Zahruddin, Hasanuddin Sinaga, 2004 : 154 – 157) yaitu :
1. Maksiat lahir
Maksiat berasal dari Bahasa Arab, ma’siyah artinya “pelanggaran oleh orang yang cendekia baligh ( mukallaf), lantaran melaksanakan perbuatan yang dilarang, dan meninggalkan pekerjaan yang diwajibkan oleh syariat Islam.
Maksiat dibagi menjadi beberapa serpihan yaitu :
a. Maksiat lisan, ibarat berkata-kata yang tidak mempersembahkan manfaat, berlebih-lebihan dalam percakapan, berbicara hal yang batil, berdebat dan berbantah yang spesialuntuk mencari menangnya sendiri tanpa menghormati orang lain, berkata kotor, mencaci maki atau mengucapkan kata laknat baik kepada manusia, hewan maupun kepada benda-benda lainnya, menghina, menertawakan atau merendahkan orang lain, berkata dusta, dan lain sebagainya.
b. Maksiat telinga, ibarat mendengarkan pembicaraan orang lain, mendengarkan orang yang sedang mengumpat, mendengarkan orang yang sedang namimah, mendengarkan nyanyian-nyanyian atau bunyi-bunyian yang bisa melalaikan ibadah kepada Alloh SWT.
c. Maksiat mata, ibarat melihat aurat perempuan yang bukan muhrimnya, melihat aurat pria yang bukan muhrimnya, melihat orang lain dengan gaya menghina, melihat kemungkaran tanpa beramar makruf nahi mungkar.
d. Maksiat tangan, ibarat memakai tangan untuk merampok, memakai tangan untuk mencopet, memakai tangan untuk merampas, memakai tangan untuk mengurangi timbangan.
Maksiat lahir, lantaran dilakukan dengan memakai alat-alat lahiriah, akan menjadikan kekacauan dalam masyarakat, dan tentu saja amat berbahaya bagi keamanan dan ketentraman masyarakat, ibarat pencurian dan perampokan, pembunuhan, perkelahian (akibat fitnah, langgar domba).
2. Maksiat batin
Maksiat batin lebih berbahaya dibandingkan dengan maksud maksiat lahir, lantaran tidak terlihat, dan lebih sukar dihilangkan. Selama maksiat batin belum dilenyapkan maksiat lahir tidak bisa dihindarkan dari manusia. Bahkan para sufi menganggap maksiat batin sebagai najis maknawi, yang lantaran adanya najis tersebut, tidak memungkinkan mendekati Tuhan (taqarrub Ila Alloh).
Maksiat batin berasal dari dalam hati manusia, atau digerakkan oleh watak hati. Sedangkan hati mempunyai sifat yang tidak tetap, berbolak-balik, berubah-ubah, sesuai dengan keadaan atau sesuatu yang mempengaruhinya. Hati terkadang baik, simpati, dan kasih akung, tetapi disaat lainnya hati terkadang hati jahat, pendendam, syirik dan sebagainya.
0 komentar
Posting Komentar