Definisi dan Konsep Manajemen Qolbu
A. Definisi Manajemen Qolbu
Sebelum berbicara lebih jauh ihwal Manajemen Qolbu, maka terlebih lampau akan penulis paparkan definisi Manajemen Qolbu itu sendiri. Manajemen Qolbu terdiri dari dua kata, yaitu Manajemen dan Qolbu. Menurut (Suryanto, Ismail, 2002 : 13) Manajemen yaitu suatu hal penting yang menyentuh, mempengaruhi dan bahkan merasuki hampir seluruh aspek kehidupan insan layaknya darah dalam raga. Juga sudah dimengerti bahwa dengan manajemen, insan bisa mengenali kemampuannya diberikut kelebihan dan belum sempurnanyanya sendiri. Manajemen menunjukkan cara-cara yang lebih efektif dan efisien dalam pelaksanaan suatu pekerjaan. Manajemen sudah memungkinkan kita untuk mengurangi hambatan-hambatan dalam rangka pencapaian suatu tujuan. Manajemen juga mempersembahkan prediksi dan imajinasi supaya sanggup mengantisipasi perubahan lingkungan yang serba cepat.
Sedangkan di dalam Al-Qur’an sudah didiberikan stimulasi terkena manajemen, sebagaimana dalam Firman-Nya.
..... وَلاَ تَسْئمُوْآ اَنْ تَكْسُوْهُ صَغِيْرًا اَوْ كَبِيْرًا اِِلَى اَجْلِهِ قلى ذلِكُمْ اَقْسَطَ عِنْدَ اللهِ وَاَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَاَدْنى اَلاَّ تَرْتَابُوْا اِلاَّ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيْرُوْنَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَلاَّ تَكْتَبُوْهَا ....
|
Dalam ayat tersebut, disebutkan arti sebagai diberikut : Pertama, Idaaroh yaitu keadaan timbal balik, berusaha supaya menetapi peraturan yang ada. Kedua, Idarah atau administrasi ialah menjadi sesuatu berjalan (الشَّيْءُ جَعَلَهُ يَدُوْرُ) saling mengisi (الشَّيْءُ تَعَاطَاهُ), perkara atau pendapat (الأُمُوْرُ وَالرَّأْيُ). Menurut Jawahir yang mengutip buku Rooidut Tullab bahwa Idaroh yaitu perkumpulan Syarikat Madrasah, Yayasan, Sarana atau perlengkapan untuk menuntaskan segala urusan untuk mencapai hasil atau meningkatkan produktivitas (Tanthawi, 1983 : 48 – 19). Adapun koordinator Dakwah Islam DKI merumuskan pengertian Idarah yaitu perencanaan dan pengendalian segala sesuatu secara tepat guna (Tanthawi, 1983 : 50)
Disamping ayat Al Qur’an, Hadits Nabi SAW juga sudah mempersembahkan citra ihwal administrasi (Machendrawaty, Agus Ahmad Safei, 137 – 138) :
1. Planning (niat), sebagai formulasi tindakan dimasa menhadir, diarahkan kepada tujuan yang akan dicapai oleh organisasi. Niat ialah padanan planning yang bersikap intrinsik dan manusiawi.
2. Organizing yaitu upaya mempertimbangkan suasana organisasi, donasi pekerjaan, mekanisme pelaksanaan, donasi tanggung balasan dan lain-lain.
Hadits Nabi SAW : “Hendaklah engkau berada dalam jama’ah, alasannya sesungguhnya jama’ah itu rahmat, sedangkan perpecahan itu adab.”
3. Comunicating, Hadits Nabi SAW mengambarkan bahwa dalam proses komunikasi harus memperhatikan kemampuan atau berorientasi pada khalayak, sehingga feed back-nya sesuai dengan impian : “Bicaralah engkau sekalian sesuai dengan kadar budi / pikiran manusia.”
4. Controlling. Dalam hadits ditetapkan : “Tidak ada seorang hamba yang sidiberi kepercayaan oleh Allah untuk memimpin kemudian ia tidak memelihara dengan baik, melainkan Allah tidak akan mencicipi kepadanya amis surga.”
5. Motivating; yaitu mempersembahkan dorongan semangat untuk mencapai tujuan bersama. Hadits Nabi SAW : “Kasihanilah mereka yang ada di bumi pasti yang dilangit akan mengasihi engkau.”
6. Actuating; Pola pekerjaan teradu. Dalam shahih Muslim disebutkan : “Tolong-menolong sesama muslim mirip sebuah bangunan yang kukuh teguh alasannya saling sokong menyokong.
Dari definisi di atas, sanggup diambil kesimpulan bahwa administrasi (Idaarah) ialah suatu proses dari aktivitas perjuangan yang terdiri dari planning, organizing, communicating, controlling, staffing, motivating, actuating yang diterapkan individu atau kelompok dalam upaya-upaya koordinasi untuk mencapai suatu tujuan.
Adapun kata Qolbu mempunyai dua makna. Pertama, secara anatomi Qolbu yaitu sepotong daging yang bentuknya menyerupai flora sanaubar yang teletak di bab kiri dada, di dalamnya terdapat rongga meliputi darah hitam. Kedua, Qolbu yaitu sebuah latifah (Sesuatu yang amat halus dan lembut, tidak kasat dan tidak sanggup diraba) yang bersifat Robbani Ruhani. Latifah tersebut sesungguhnya yaitu jati diri atau hakekat insan (Al-Halwani, Firdaus, 2002 : 6)
Searah dengan makna yang kedua ini, banyak hebat tassawuf yang mendefinisikan kata Qolbu sehingga penulis tidak bisa sebut satu persatu definisinya. Namun yang perlu difahami bahwa hati (Qalbu) tersebut yaitu bab (komponen) utama insan yang berpotensi menyerap (memiliki daya tanggap atau persepsi) yang sanggup mengetahui dan mengenal, yang ditujukan kepadanya segala pembicaraan, penilaian, kecaman dan pertanggung jawabanan (Gymastiar, 2003 : 25)
Qolbu yaitu dari hati nurani atau lubuk hati paling dalam, yang ialah masukana terpenting yang sudah dikaruniakan Allah kepada manusia. Hati yaitu daerah bersemayam niat, yakni yang memilih nilai perbuatan seseorang : Berharga ataukah sia-sia, mulia atau nista. Niat ini selanjutnya diproses oleh budi pikiran supaya bisa direalisasikan dengan efekif dan efisien oleh jasad kita dalam bentuk amal perbuatan. (Gymnastiar, 2004 : xvii)
Hati juga disebut sebagai sesuatu yang ada di dalam tubuh insan yang dianggap sebagai daerah (pusat) segala perasaan batin dan daerah menyimpan menyimpan pengertian-pengertian (perasaan-perasaan, dsb). Arti lainnya, hati ialah sentra pemahaman / internalisasi. Pusat Instutional Intelectual (II). Pusat memori dari tiruana amal (baik buruk). Indera perasaan (rasa halus) untuk penerapan hal yang abstrak. Indera hati (mata dan pendengaran hati), untuk pencerapan alam ghaib (Majalah Manajemen Qolbu, 2002 : 15)
Pada hari itulah, organ tubuh lainnya mengambil keteladanannya, dalam ketaatan atau penyimpangan selalu mengikuti dan patuh dalam setiap keputusannya Nabi SAW bersabda : “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh ini ada sepotong daging. Apabila ia baik, maka baik pula seluruh tubuh, dan bila ia rusak, maka rusak pula seluruh tubuh. Ketahuilah, sepotong daging itu ialah hati.” (HR. Bukhori – Muslim)
Hati insan itu mempunyai komponen sifat hidup dan mati. Dalam tataran ini, hati insan diklasifikasikan menjadi tiga :
(1) Qolbu Shahih (hati yang suci). Yaitu hati yang sehat dan membersihkan dari setiap nafsu yang menentang perintah dan larangan Allah, dan dari setiap penyimpangan yang menyalahi keutamaan-Nya.
(2) Qolbun Mayyit (hati yang mati). Yaitu hati yang tidak pernah mengenal Ilahnya; tidak menyembah-Nya, tidak menyayangi atau ridha kepada-Nya. Akan tetapi, ia berdiri berdampingan dengan syahwatnya dan memperturutkan keinginannya. Walaupun hal ini menjadikan Allah dan marah dibuatnya.
(3) Qalbun Maridl. Yaitu hati yang bergotong-royong mempunyai kehidupan, namun di dalamnya tersimpan benih-benih penyakit. Tepatnya, kondisi hati ini adakala ia “berpenyakit” dan kadang pula ia hidup secara normal, bergantung ketahanan (kekebalan) hatinya.
Singkatnya, hati ialah sifat (tabiat) batin manusia. Sehingga, tidak berlebihan, apabila ita dituntut untuk selalu menjaga dan memelihara hati dari sesuatu yang sanggup mengotorinya.
Berpijak dari uraian makna Manajemen dan Qalbu di atas maka sanggup diperjelas bahwa definisi Manajeman Qalbu yaitu suatu proses aktivitas yang diterapkan oleh individu untuk mengelola, reconditioning dan mengatur hati sehingga sanggup mencapai kesempurnaan manusiawi (insan kamil) dan berusaha merealisasikan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akherat.
B. Konsep Manajemen Qolbu
Sebenarnya Manajemen Qolbu bukanlah hal gres dalam Islam. Konsep ini spesialuntuklah sebuah formad dakwah yang bersumber dari Al qur’an dan Al Hadits. Hanya inti pembahasannya lebih diperdalam pada perkara pengelolaan hati atau Qolbu (Gymnastiar, 2004 : xvii) dan dibeberkan dengan cara yang nyata dengan penemuan dan kreativitas dakwah yang sesuai dengan kebutuhan zaman (Nisa, 2002 : 27).
Di dalam Qolbu terdapat unsur-unsur internal yang terdiri dari banyak sekali bentuk dan kegiatan, baik secara sendiri ataupun keterkaitan satu dengan yang lainnya. Agar sumber daya ini sanggup dimanfaatkan dengan efektif, maka diharapkan suatu upaya pengelolaan sumber daya, supaya tujuan sanggup dicapai. Ini yaitu unsur esensial aktivitas keberagaman pada ranah kejiwaan yang sanggup dianalogikan dengan aktivitas sejumlah individu dalam kehidupan kelompok. Oleh alasannya itu, atas dasar berfikir analogis, proses lanjut aktivitas tersebut sanggup disebut manajemen, alasannya berdasarkan rumusan George R. Terry, term ini menunjukkan pada sebuah proses yang khusus dan harus dilakukan untuk memilih serta mencapai tujuan yang sudah diputuskan, melalui memanfaatkan sumber daya. Karena bidang aktivitas ini yaitu Qalbu, maka proses ini sanggup disebut Manajemen Qalbu (A. Kadir, 2003 : 246)
Kesadaran terhadap waktu dan tujuan (akherat) harus dimanifestasikan dalam bentuk rencana-rencana yang konkret. Kemudian planning tersebut dilaksanakan dengan menggerakkan seluruh potensi yang dimiliki (plan your work and work your plan). Selama proses pelaksanaan tidak sedikitpun Qalbu-nya terlepas dari misi dan tanggung jawabannya alasannya di hati selalu ada semacam kesadaran yang hakiki yaitu perasaan selalu disaksikan dan diawasi Allah. (Tasmara, 2001 : 161)
Selanjutnya Imam Al-Ghazali mengungkapkan bahwa tubuh insan diibaratkan sebagai sebuah kerajaan, maka hati tak lain yaitu “rajanya”. Tentu saja, ia harus senantiasa di tata supaya mamu menghadapi banyak sekali Fenomena kehidupan dengan perilaku dan tindakan terbaik. Dalam hal ini Rasulullah SAW, bersabda, “Ketahuilah di dalam jasad ada segumpal daging (mudgah), bila ia sehat maka sehatlah seluruhnya dan bila ia rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya, ketahuilah bahwa itu yaitu hati.” (HR Bukhori Muslim) (Gymnastiar, 2004 : xvii). Menyimak dari itu dikemaslah dalam bahasa yang lebih aktual. Manajemen Qalbu artinya bagaimana mengelola hati supaya potensi positifnya bisa berkembang terbaik mengiringi kemampuan berfikir dan bertindak sehingga sekujur sikapnya menjadi positif, dan potensi negatifnya segera terdeteksi dan dikendalikan sehingga tidak berbuah menjadi tindakan yang negatif (Gymnastiar, 2003 : 150)
Pada dasarnya inti konsep Manajemen Qalbu yaitu memahami diri dan bertekad serta bisa mengendalikan diri sehabis memahami dirinya. Dan hatilah yang menunjukkan watak. Siapa diri yang bergotong-royong itu. Oleh alasannya itu, melalui Qalbu inilah seorang bisa berprestasi semata demi Allah SWT bila hati itu membersihkan. (Gymnastiar, 2003 : 25)
Konsep di atas searah dengan kesadaran diri yaitu kemampuan insan untuk mengamati dirinya sendiri yang memungkinkan ia menempati diri dalam dimensi waktu (masa sekarang masa lampau dan masa akan hadir) melalui kesadaran untuk berdzikir dan menghidupkan Qalbunya spesialuntuk kepada Allah SWT (Tasmara, 2001 : 160). melaluiataubersamaini kemampuan ini seseorang merencanakan tindakannya di masa depan, sebagaimana firman Allah SWT.
يَآيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ج وَاتَّقُوْا اللهَ قلى اِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ (الحشر: 18)
Artinya : “Hai orang-orang yang diberiman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang sudah diperbuatnya untuk hari esok (akherat) dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang engkau kerjakan”. (Al Hasy : 18).
Konsep Manajemen Qalbu mempunyai nilai mudah yang ditilik dari tiga segi. Pertama, insan mempunyai potensi yang berupa jasad, budi dan Qalbu. Jasad atau fisik menjalankan sebuah keputusan yang ialah produk akal-akal pikiran bisa mengefektifkan tindakan seseorang, dan Qalbu membuat sesuatu yang diwujudkan fisik dan budi menjadi berharga. Sehingga dengan hal yang membersihkan maka potensi jasad dan budi akan terkendali dengan baik.
Kedua, setiap potensi yang terus diarahkan kepada kebaikan akan menjadi sangat efektif daya gunanya apabila dimulai dari diri sendiri.
Firman Allah SWT :
يَآيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا قُوْا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا .... (التحريم: 6)
Artinya : “Wahai orang-orang yang diberiman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka …..” (At – Tahrim : 6 ) (Depag : RI)
Ketiga, keadaan-keadaan untuk memperbaiki diri sendiri perlu dibiasakan secara kontinu dan konsisten (istiqomah) (Gymnastiar , 2003 : 228 – 229)
0 komentar
Posting Komentar