Jumat, 22 Februari 2019

Pengertian Dan Bentuk Bentuk Ibadah


Pengertian dan Bentuk bentuk Ibadah
Secara  etimologis, ibadah sanggup diartikan “do’a”, sesuai dengan firman Allah swt. dalam surat al-Mukmin: 60.
وقال ربكم ادعونى استجب لكم ان الذين يستكبرون عن عبادتي سيدخلون جهنم داخرين
Artinya: “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku, pasti akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari berdo’a kepada-Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina”.[2]
Ia juga sanggup dimaknai sebagai “ketaatan atau ketundukan (tha’ah)”,[3] sebagaimana firman Allah swt. Dalam surat Yasin: 60.

الم اعهد اليكم يبني ادام ان لاتعبدو الشيطن انه لكم عدومبين

Artinya: “Bukankah Aku sudah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam biar tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu ialah musuh yang kasatmata bagi engkau”.[4]
Dari makna di atad sanggup dikatakan bahwa setiap ketaatan atau ketundukan yang tidak ada ketundukan lagi di atasnya ialah ibadah. melaluiataubersamaini kata lain, setiap ketaatan kepada Allah dengan penuh tunduk dan merendahkan diri ialah ibadah. Ibadah ialah suatu bentuk ketundukan yang mana tidak berhak atasnya kecuali Sang Pemdiberi Nikmat yang berupa kenikmatan tertinggi, ibarat kehidupan, pemahaman, pendengaran, dan penglihatan.
Sebuah ketundukan berupa legalisasi terhadap Rububiyyah (Allah sebagai Pencipta dan Pemdiberi rezki) tidaklah cukup, ketundukan berupa undangan derma kepada Allah dalam kesusahan serta undangan menolongan dalamkepayahan tidaklah cukup, dan tiruana itu harus disertai dengan ketundukan berupa  penghambaan diri, ketaatan, dan kepatuhan yang ialah hak Ilahiyah. Tegasnya, berdasarkan Bousquet, ibadah ialah “kepatuhan total”,[5] yang kemudian dipraktekkan dalam sebuah “penyembahan”.[6]
Secara terminologis sanggup disajikan bahwa ibadah ialah “segala perbuatan yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya”.[7]
Senada dengan hal itu, Majlis tarjih Muhammadiyah mendefinisikan ibadah sebagai “ber-taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) dengan mentaati segala perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya dan mengamalkan segala yang diizinkan-Nya”.[8]
Ini berarti bahwa harus ada kesepakatan dengan apa yang disyari’atkan Allah dan diserukan oleh para rasul-Nya baik berupa perintah maupun larangan, penghalalan maupun pengharaman. INI yang ialah unsur ketaatan dan ketundukan kepada Allah.
Dasar dari tiruananya ialah perasaan pribadi  untuk membutuhkan kepada yang menguasai bahaya, manfaat, kematian dan kehidupan,  yang mempunyai penciptaan dan urusan, yang berada di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu. Perasaan akan kelemahan di hadapan Tuhan yang mempunyai segala kekuatan. Perasaan akan kebodohan  di hadapan Tuhan yang pengetahuan-Nya mencakup segala sesuatu. Perasaan akan ketidakberdayaan di hadapan Tuhan  yang mempunyai segala kemampuan. Ringkasnya, perasaan penghambaan makhluk fakir di hadapan Tuhan yang mempunyai segala sesuatu dan mengatur segala urusan.
Semakin insan bertambah pengetahuannya akan dirinya dan akan Tuhannya, maka bertambah terang dan kuatlah perasaan ini dan menjadi semakin kuatlah impian untuk bersandar kepada-Nya, memohon kepada-Nya, dan bersimpuh di pintu-Nya untuk bermunajat.

2.      Bentuk-Bentuk Ibadah
Dalam kategorisasi salaf, ibadah secara umum di bagi ke dalam dua bagian, yaitu “ibadah mahdhah dan ghayru mahdhah”.[9]  Ibadah  mahdhah yang dimaksud ialah ibadah khusus atau ibadah murni, yakni suatu ibadah yang semata-mata untuik ibadah. Yang masuk ke dalam kategori ini ialah “syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat”,[10] dengan urutan nilai kemurnian ibadahnya. Artinya syahadat ialah ibadah yang paling murni, sedangkan zakat ialah paling bersahabat dengan dimensi sosial, karena mempunyai imbas sosial secara langsung. Demikian pula, salat lebih murni ketimbang puasa. Dan demikian seterusnya.
Ibadah mahdhah juga disamakan dengan ritual, dalam arti ritual islam[11] yang berpusat pada rukun Islam yang lima. Dalam hal ini, rukun Islam dipandang sebagai intisari aturan Islam yang dipraktekkan dalm aktifitas ritual. Lima rukun Islam yang menjadi bab integral dari sistem keyakinan dan penerapan pernyataan syahadat ialah kewajiban setiap individu, di luar adab umum dan aturan wacana korelasi pribadi.
Di sisi lain, banyak juga kalangan muslim yang menyatakan bahwa praktik-praktik suplemen di luar rukun Islam ini  bukan termasuk ibadah atau ritual Islam. Mereka bahkan mencela praktik-praktik tersebut sebagai bid’ah dan orang yang melakukannya dipandang berbuat dosa.
Sedangkan ibadah ghayru mahdhah ialah “ibadah umum, yakni  kegiatan dedikasi yang secara tidak pribadi tertuju kepada Allah”.[12] Ia  meliputi beberapa aspek pergaulan yang baik dan menunaikan hak-hak para hamba Allah, ibarat berbakti kepada kedua orang tua, menyambung tali silaturrahmi, berbuat baik kepada anak yatim, orang miskin, dan musafir, mengasihi  kaum lemah dan mencintai binatang.
Bahkan ia juga mencakup beberapa aspek  suatu perkara yang sangat penting  dan perlu dalam kehidupan materi manusia, yakni mendayagunakan masukana dan memperhatikan hukum-hukum yang sudah diputuskan oleh Allah swt. Pada alam. Dalam hal ini, Ibn Taymiyyah, sebagaimana disitir oleh Yusuf Qardhawy, menyampaikan bahwa “segala sesuatu yang diperintahkan Allah kepada hamba-hamba-Nya dari aneka macam masukana (untuk mendayagunakannya) ialah suatu ibadah”.[13]
melaluiataubersamaini demikian, sesungguhnya,  Islam sudah membuka peluang ibadah dan memperluas ruang lingkupnya, yang mencakup beberapa aspek banyak amal yang tidak terlintas  di benak orang bahwa agama menjadikannya sebagai ibadah  dan pendekatan diri kepada Allah. Sesungguhnya setiap amal sosial yang bermanfaa, Islam memandangnya sebagai suatu ibadah  yang termasuk paling mulia selama niat pelakunya ialah baik, tidak memburu kebanggaan dan mencari nama yang tiruan (reputasi) di tengah-tengah masyarakat.
Setiap amal perbuatan insan untuk menghapuskan air mata orang yang ditimpa kesedihan, meentengkan penderitaan orang yang kemalangan, membalut luka orang yang tertimpa bencana, memenuhi hajat orang tidak punya, menolong orang yang teraniaya, menyadarkan ketergelinciran orang yang diperdaya syaitan, dan sebagainya  ialah suatu ibadah dan amal taqarrub kepada Allah bila niatnya dalam hal itu ialah benar.

0 komentar

Posting Komentar