. Pengertian Puasa
Puasa dalam bahasa arab, disebut dengan Shiyam” dan “Shaum” yang berarti Imsak atau menahan sesuatu (Taqiyy Ad-Din). Al-Qur’an memakai kata shiyam sebanyak delapan kali, ketiruananya dalam arti puasa berdasarkan pengerian aturan syari’at. Sekali Al-Qur’an juga memakai kata Shaum, tetapi maknanya ialah menahan diri untuk tidak berbicara, sebagaimana tercermin dalam ungkapan mariyam. (M. Quraish Shihab, 2000) :
ﺎﻴﺴﺌﺍ ﻡﻮﻴﻠﺍ ﻡﻠﻜﺍ ﻦﻠﻔ ﺎﻤﻮﺼ ﻦﺎﻤﺤﺮﻠﻠ ﺖﺮﺬﻟ ﯽﻟﺍ
Artinya : “Sesungguhnya saya bernadzar puasa (shauman), maka pada hari ini saya
tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun”.
(Q.S. Maryam; 19 : 26).
Selain dalam bentuk kata benda (mashdar), akar kata Sha – wa - ma juga terdapat dalam bentuk kata kerja. Sekali dalam bentuk amar (perintah) untuk berpuasa ramadhan dan sekali dalam bentuk kata kerja yang menyatakan bahwa “berpuasa ialah baik untuk engkau”, bentuk lainnya dalam bentuk isim fa’il, baik untuk pria maupun perempuan, yaitu Ash-Sha-imin Wash-Sha-Imat.
Meski dalam bentuk yang tidak sama, Al-Qur’an memakai kata Shaum untuk satu makna yaitu “menahan diri dari makan, minum dan upaya mengeluarkan sperma dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari”.
(M. Quraish Shihab, 2000)
Sejalan dengan makna shiyam atau shaum yang dipakai Al-Qur’an, dalam kitab Subulu Al-Salam didefinisikan, puasa sebagai menahan diri dari makan, minum, hubungan seksual dan lain-lainnya, sesuai dengan ajaran-ajaran syara’, di siang hari berdasarkan cara yang disyari’atkan disertai pula dengan menahan diri dari mengucapkan omongan yang tidak berguna, dari ungkapan porno (yang merangsang seks), dan dari perkataan-perkataan lainnya yang haram dan yang makruh, dalam waktu yang sudah ditentukan dan berdasarkan syari’at yang sudah diputuskan oleh Allah dan Rasulnya.(Imam Muhammad Ibnu Ismail Al-Kahlany). Ulama Sufi bahkan menambahkan dengan upaya menahan seluruh anggota tubuh, hati dan pikiran dari segala macam dosa.(M. Quraish Shihab, 2000)
melaluiataubersamaini demikian, apa yang kita kenal dengan puasa pada hakekatnya ialah upaya pengendalian diri. Makna ini sanggup dipersamakan pula dengan perilaku sabar, lantaran keduanya baik dari segi pengertian bahasa maupun esensinya mengatakan kepada perilaku menahan atau menahan diri secara total.
Secara lebih komprehensif, Wahbah Al-Zuhayly mendefinisikan puasa sebagai menahan diri dari perbuatan fi’li yang berupa dua macam syahwat (syahwat perut dan syahwat kemaluan), serta menahan diri dari segala sesuatu semoga tidak masuk perut, menyerupai obat dan sejenisnya.
Hal itu dilakukan pada waktu yang ditentukan, yaitu sejak terbit fajar kedua (fajar shodiq) hingga terbenamnya matahari, oleh orang tertentu yang melakukannya, yaitu orang muslim yang berakal, tidak sedang haidh, dan tidak sedang nifas. Puasa harus dilakukan dengan niat (tekad dalam hati) untuk mewujudkan perbuatan itu secara pasti, tidak bingung (Wahbah Al-Zuhayly, 1996).
Menunjuk pada tujuan puasa, puasa tidaklah semata-mata dibatasi oleh kegiatan menahan diri dari makan, minum dan bersenggama. Aktivitas puasa mencakup beberapa aspek pula menahan seluruh anggota, hati dan pikiran dari segala dosa besar dan kecil.
Dalam anutan Islam puasa dibagi menjadi dua bagian, yaitu puasa wajib dan puasa sunah. Puasa wajib ada tiga yaitu wajib lantaran waktunya (puasa ramadhan), wajib lantaran karena tertentu (puasa kafarat), dan wajib lantaran ia sendiri mewajibkannya (puasa nazar). Dan puasa sunah (tathawwu’) mencakup puasa enam hari pada bulan sypertama, puasa pada hari ‘Arafah, puasa hari ‘Asyura (10) dan Tasu’a (9) bulan Muharram, puasa tiga hari setiap bulan pada tanggal 13, 14, 15 puasa hari senin dan kamis, puasa bulan muharram dan sya’ban (Supiana, 2001)
Kedua jenis puasa diatas, baik puasa wajib maupun sunah memiliki tujuan yang sama yaitu menyiapkan seseorang untuk meraih derajat muttaqin diberikut segala implikasinya baik psikologis, medis, edukatif, maupun social ekonominya.
Dalam hal ini, yang menjadi focus kajian dalam goresan pena ini ialah puasa senin kamis. Sedangkan Baihaqi A.K menegaskan bahwa puasa senin kamis dadalah puasa sunah senin dan hari kamis disebabkan oleh, antara lain, lantaran amalan kita pada hari-hari itu dilaporkan kepada Allah SWT. Oleh lantaran itu, alangkah baiknya kalau pada dikala malaikat melaporkan amal kita itu, kita ditinggalkannya dalam keadaan berpuasa. (Prof. Dr. Baihaqi A.K, 1994).
Sedangkan Wahbah Al-Zuhayly, menyebut puasa sunah snin kamis ini sebagai amalan sunah dengan istilah “Tathawwu’’’. Dan istilah ini diambil dari ayat sebagai diberikut ;
ﺍﺭﻴﺧ ﻉﻮﻄﺘ ﻦﻤﻮ…...
Artinya : “....Dan barang siapa melaksanakan kebaikan dengan kerelaan hati”.
(Q.S. Al-Baqarah, 2 ; 158)
Istilah ini terkadang diungkapkan dengan kata nafilah, sebagaimana dalam sholat, yakni berdasarkan ayat diberikut ;
…..ﻚﻟ ﺔﻟﻔﺎﻧ ﻪﺑ ﺪﺠﻬﺘﻔ ﻝﻴﻟﻟﺍﻦﻤﻮ
Artinya : “Dan pada sebagian malam hari, bertahajudlah engkau sebagai nafilah
Bagimu”(Q.S. 17 ; 79). (Wahbah Al-Zuhayly, 1996)
Jadi puasa wajib dan sunah, termasuk puasa senin kamis ialah salah satu bentuk amalan (ibadah) yang paling utama. Dalam kitab A-Lu’lu Wal Marjan jilid II disebutkan ( Muhammad Fu’ad Abdul Baqi ) ;
ﺎﻔﻴﺭﺨ ﻦﻴﻌﺑﺴ ﺭﺎﻧﻟﺍ ﻦﻋ ﻪﻬﺠﻮ ﷲﺍ ﺪﻌﺑ ﷲﺍ ﻝﻴﺑﺴ ﻰﻔ ﺎﻤﻮﻴ ﻡﺎﺻ ﻦﻤ
(ﯼﺭﺎﺧﺑﻟﺍ ﻩﺍﻮﺭ)
Artinya : “Barang siapa yang berpuasa sehari dalam keadaan berjuang pada
jalan Allah maka Allah akan menjauhkan mukanya dari api neraka
tujuh puluh tahun”.(H.R. Al-Bukhari)
Dalam hadits qudsi juga ditegaskan;
(ﯼﺭﺎﺧﺑﻟﺍ ﻩﺍﻮﺭ)ﻪﺑ ﺯﺠﺍ ﺎﻧﺍﻮ ﻰﻟ ﻪﻧﺎﻔ ﻢﻮﺼﻟﺍ ﻻﺍ ﻪﻟ ﻢﺪﺍ ﻦﺑ ﺍﻝﻤﻋ ﻝﻜ
Artinya : “Segala amal ibadah anak Adam ialah baginya, kecuali puasa adalah
Bagiku dan akulah akan membalasnya”. (H.R. Al-Bukhari)
0 komentar
Posting Komentar